Thursday, May 28, 2015

asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

Ns. Nunung Nurhayati, S. Kep., M. Kep.

A.    Anatomi
             Ginjal adalah organ retroperitoneal (yaitu terletak dibelakang peritoneum) terletak di dinding posterior abdomen pada setiap sisi kolom tulang belakang. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua. Ginjal terlindungi dengan baik oleh trauma langsung karena disebelah posterior dilindungi oleh tulang kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan dibagian anterior dilindungi  oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kanan terletak sedikit rendah (ICS 12) dibandingkan dengan ginjal kiri (ICS 11) karena ada hepar disisi kanan. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada dinding paling tebal dan beratnya antara 120-150 gram. (Syaifuddin,2013: 286).
            Ginjal berbentuk seperti kacang dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renal yaitu tempat masuk dan keluarnya saluran seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
            Struktur pembentuk ginjal terdiri dari medulla (bagian dalam) dengan substansinya pyramid renalis jumlahnya antara 8-16 buah, dan korteks (bagian luar) substansinya kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak, dan bergranula. Ginjal ditutup oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat.
            Nefron adalah satuan fungsional ginjal yang berukuran mikroskopis. Ginjal memiliki ±1,3 juta nefron. Bagian nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal dan duktus pengumpul (collecting duct). (Syaifuddin: 286-289).

B.     Fisiologi
            Fungsi ginjal antara lain adalah menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh, mengekresikan zat yang jumlahnya berlebihan, reabsorpsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian tubulus ginjal, menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh, menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah merah di sum sum tulang, homeostatis ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah, (Guyton, 2007).
            Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/  membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/ menit atau 1.700 liter/ hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/ menit (170 liter/ hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/ hari. (Guyton, 2007).
1.      Fungsi Ginjal
      Fungsi ginjal secara umum antaralain (Snell, 2006) yaitu:     
  1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun
  2. Mempertahankan  keseimbangan cairan tubuh
  3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
  4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
  5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
  6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
  7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
2.      Tahap Pembentukan Urine (Snell, 2006):
a.       Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b.      Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.  
c.       Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. (Snell, 2006).
           
C.     Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieleminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa.
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Setiap tahun 50.000 orang Amerika Serikat meninggal akibat gagal ginjal.
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irrevesibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah), (Smeltzer dalam Suharyanto, 2008: 183).

D.    Etiologi
Menurut Brenner dan Lazarus yang dikutip oleh Price & Wilson dalam Suharyanto (2008) penyebab penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah sebagai berikut :
1.      Glomerulonefritis kronik (24%)
2.      Nefropati diabetik (15%)
3.      Nefrosklerosis hipertensif (9%)
4.      Penyakit ginjal polikistik (8%)
5.      Pielonefritis kronis dan nefritis interstisial lain (8%). (Suaryanto, 2009: 183)


E.     Patofisiologi
            Sumber: Muttaqin Arif, 2014
F.      Stadium penyakit
Dalam Asuhan Keperawatan klien gangguan sistem perkemihan (Suharyanto, 2009) menjelaskan perjalanan umum Gagal Ginjal Kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1.      Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
     Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan test pemekatan kemih dan test GFR yang teliti.
2.      Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
a.       Pada stadium ini, dinamakan lebih dari 75% jaringan yang lebih berfungsi telah rusak.
b.      GFR besarnya 25% dari normal
c.       Kadar BUN dan kreatini serum mulai meningkat dari normal
d.      Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai 700ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) muali timbul.
3.      Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a.       Sekitar 90% dari masa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
b.      Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal
c.       Kreatini serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok
d.      Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu : oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
G.    Respon tubuh 
1.      Ketidak seimbangan cairan
      Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urin (hipotenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan poliuria. Hipotenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik deuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
      Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urin (isotenuria). Pada tahap glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2.      Ketidakseimbangan natrium
      Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq/hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan intact nefron teori. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium.
      Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
      Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat diatas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun dibawah 25-30 ml/menit, maka eksresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 g/hari
3.      Ketidakseimbangan kalium
      Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urin output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi) atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
      Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat ; HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4.      Ketidakseimbangan asam basa
      Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengeksresikan ion hydrogen untuk menjaga pH pada darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya penurunan ekskresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh dan tidak di filtrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubular tidak berfungsi titik kegagalan bikarbonat memperbanyak ketidakseimbangan . sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang akibatnya metabolisme meningkatkan terjadinya osteodistrofi .
5.      Ketidakseimbangan Magnesium
      Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada hipermagnesiemia dapat meningkatkan henti nafas dan jantung.
6.      Ketidakseimbangan kalium dan fosfar
      Secara normal kalsium dan fosfar dipertahankan oleh paratiroid hormone yang menyebabkan ginjal mengabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium dan depresi reabrsorpsi tubuler dari fosfar. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul hiperparatiroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu dan bila hipertiroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7.      Anemia
      Penurunan HB disebabkan oleh hal hal berikut :
  1. Kerusakan produksi eritropoietin
  2. Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma
  3. Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
  4. Intake nutrisi tidak adekuat
  5. Defissiensi folat
  6. Defisiensi iron atau zat besi
  7. Peningkatan hormone parathyroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, menyebabkan produksi sel merah di sumsum menurun
8.      Ureum kreatinin
      Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFN dan peningkatan intake protein.
      Penilaian kreatinin serum adalah indakator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh. (Muttaqin, 2014)
  
H.    Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita syndrome uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen akibat gagal ginjal.
Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronik,
Sistem Tubuh
Manifestasi
Sistem Tubuh
Manifestasi
Biokimia
Asidosis metabolic (hco3- serum 18-20 meq/l) azotemia (penurunan gfr, menyebabkan peningkatan bun dan kreatinin) hiperkalemia retensi na hipermagnesia hiperurisemia
Saluran cerna
Anoreksia, mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, perdarahan saluran cerna, diare stomatitis, parotitis.
Berkemih
Poliuria, berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia bj urin 1,010 proteinuri
Metabolisme
Protein, sintesis abnormal, hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun, lemak, peningkatan kadar trigliserid.
Reproduksi
Libido hilang, amenore, impotensi dan sterilitas.
Neuromuskuler
Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, ssp : penurunan ketajaman mental, konsentrasi buruk, kekacauan mental, koma. Otot berkedut, kejang.
Kardiovaskuler
Hipertensi, retinopati dan ensepalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih, edema, gagal jantung kongestiv, dan disritmia.
Gangguan kalsium
Hiperfospatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme. Deposit garam kalsium pada sendi, pembuluh darah, jantung dan paru-paru. Konjungtivitis (uremia mata merah)
Pernafasan
Kussmaul, dispneu, edema paru, pneumoitis.
Kulit
Pucat, pruritos, kristal uremia, kulit kering, dan memar.
Hematologi
Anemia, hemolisis, kecenderungan perdarahan, resiko infeksi.


            Sumber : Muttaqin Arif, 2014

I.       Data Penunjang
1.      Laboratorium
  1. Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
  2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa tinggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
  3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya deuresis.
  4. Hipokalsemiadan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D pada GGK
  5. Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama lisoenzim fosfate lindi tulang.
  6. Hipoalbumenia  dan hipokolesterolremia; umunya disebabkan gangguan metabolism dan diet rendah protein.
  7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
  8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
  9. Asidosis metabolic, HCO3 yang menurun , PCO2  yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2.      Pemeriksaan diagnosis lain
  1. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
  2. Intra vena pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelpiokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan paal ginjal pada keadaan tertentu misalnya: usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
  3. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelpio kalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat.
  4. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (paskular,parenkim,eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
  5. EKG untuk menilai kemungkinan: hipertropi prentikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektronik (hiperkalemia).
3.      Pengkajian penatalaksanaan medis
      Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut:
  1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikais gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikomsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembyhan luka.
  2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangatb penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse Glukosa.
  3. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakan ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
  4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq Natrium Bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
  5. Pengendaliaan hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metal dopa, dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi Natrium.
  6. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. (Muttaqin Arif, 2014).

J.       Penatalaksanaan
            Dalam asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan  (Muttaqin Arif, 2014), pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau transpalantasi ginjal.
1.      Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan :
a.       Pengaturan diet protein, kalsium, natrium dan cairan.
1)      Pembatasan protein.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalsium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainin ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal (Zeller dan jacouse, 1989).
GFR (ml/ menit)
Pembatasan protein (gram)
10
40
5
25-30
3 / kurang 20
20
Jumlah kebutuhan protein biasanya digolongkan sampai 60-80g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
2)      Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia
3)      Diet rendah natrium
Diet NA yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2g NA). asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif
4)      Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah oengukuran berat badan harian.
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:
Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24jam teraphy + 500ml (IWL)
Misalya : jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah 400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400+500ml= 900ml.
b.      Komplikasi
1)      Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.  Pemberian obat anti hipertensi: metaldopa (aldomet), propranolol, klonidin (catapres).
Apabila penderita sedang mengalami therapy hemodialisa, pemberian anti hioertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi. Pemberian diuretik : furosemid (lasix).
2)      Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+ serum mencapai sekitar 7mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin inravena, yang akan memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium glukonat 10%.
3)      Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoetin, yaotu rekombinan eritropoetin (r-EPO) (Eschbach et al, 1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfuse darah,
4)      Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3-  plasma turun dibawah angka 15mEq/L. bila asidosi berat akan dikoreksi dengan pemberian Na  HCO3-  (natrium bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan seksama.
5)      Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dpat mengikat fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan makanan.
6)      Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alupurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2.      Dialisis dan transplantasi
      Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisi dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Dialisi dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6mg/100ml pada laki-laki atau 4ml/100ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4ml/menit. (Suharyanto, 2009: 191-192)

K.    Konsep Asuhan Keperawatan GGK
            Seperti yang terdapat dalam Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan (Muttaqin Arif, 2014) menerangkan mengenai konsep dasar asuhan keperawatan kepada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik sebagai berikut:
1.      Pengkajian
  1. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urin output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum) dan gatal pada kulit.
  1. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
  1. Riwaya kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, inspeksi saluran kemih, payah jantung, pengobatan obat-obat nefrotoksik, benign prostatic hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, inspekdi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obat masa lalu dan adanya riwayat aleri terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
  1. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
  1. Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien dan terlihata sakit berat. Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai dengan berat.
2)      B1 ( Breathing)
Klien bernafas dengan bau urin (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Respons uremia didaptkan pada pernafasan kusmaul. Pola nafas cepat dan dapat merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3)      B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menentukan adanya friction rub yangmerupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesat nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi periper sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibatdari penurunan produksi eritropoetin, lesigastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
4)      B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses fikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5)      B4 (Bladder)
Penurunan urin output < 400 ml /hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
6)      B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
7)      B6 (Bone)
Didapatkan adanta nyeri panggul, sakit kepala, keram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam(sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fospat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi periver dari hipertensi.
2.      Diagnosis keperawatan
a.         Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif, berhubungan dengan penurunan pH pada cairan serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respon asidosis metabolic.
b.         Aktual/resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi atau penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
c.         Aktual/resiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal sekunder dari hiperkalemi.
d.        Aktual/resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan Natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
e.         Aktual/resiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan pH pada cairan serebrospinal sekunder dari asidosis metabolic.
f.          Aktual/resiko tinggi deficit neurologis, kejang berhubungan dengan gangguan transmisi sel-sel syaraf sekunder dari hiperkalsemi.
g.         Aktual/resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi atau sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vascular.
h.         Aktual/resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungn dengan gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia,iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit , penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
i.           Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
j.           Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
k.         Gangguan activity daily living (ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas dan kelemahan fisik secara umum.
l.           Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit,ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
m.       Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptive.
3.        Rencana Keperawatan
Untuk intervensi pada masalah keperawatan Aktual atau resiko tinggi, terjadinya penurunan curah jantung, Aktual atau resiko tinggi aritmia, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, gangguanADL dan kecemasan dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien GGA.
Aktial atau resiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria evaluasi:
-          Klien tidak gelisah,  klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6.
-          TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT <3 detik, EKG dalam batas normal, kadar kalium dalam kadar normal.
Intervensi
Rasional
Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan TTV dan keluhan dispneu.
Adanya edema paru, kongesti vascular, dan keluhan dispneu menunjukan adanya gagal ginjal. Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan rennin angiostensin dan aldosteron. Ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari deficit cairan intravascular.
Beri oksigen 3 l/per menit
Memberikan asupan oksigen tambahan yang diperlukan tubuh.
Monitoring EKG
Melihat adanya kelainan konduksi listrik jantung yang dapat menurunkan curah jantung.
Kolaborasi :
-          Pemberian suplemen kalium oral seperti obat Aspar K.








-          Manajemen pemberian kalium intravena.

Kalium oral (Aspar K) dapat menghasilkan lesi usus kecil; oleh karena itu, klien harus dikaji dan diberi peringatan tentang distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan GI.
Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus dalam larutan non-dextrosa, sebab dextrose merangsang pelepasan insulin sehingga menyebaban K+ pindah kedalam sel. Kecepatan infuse tidak boleh melebihi 20 mEq K+ per jam untuk menghindari terjadinya hiperkalemia.
Kehilangan kalium harus diperbaiki setiap hari; pemberian kalium adalah sebanyak 40-80 mEq per liter per hari. Pada situasi kritis, larutan yang lebih perkat (seperti 20 mEq/ dl) dapat diberikan melalui jalur sentral. Pada situasi semacam ini klien harus dipantau melalui EKG dan di observasi perubahan pada kekuatan otot. 
Aktual atauresiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.
Tujuan : dalam waktu 1X24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Criteria evaluasi :
-          Klien tidak sesak nafas, edema ekstremitas berkurang, piting edema (-), produksi urin > 600 ml/hari.
Intervensi
Rasional
Kaji adanya edema ekstremitas.
Curiga gagal kongestif atau kelebihan volume cairan.
Intirahatkan atau anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih terjadi.
Menjaga jkien dalam keadan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diurisis yang bertujuan mengurangi edema.
Kaji tekanan darah.
Sebagai salahsatu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.



                                                                                                                            
Aktual / resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.
intervensi
Rasional
Ukur intake dan output
Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium atau air dan penurunan urin output
Timbang berat badan
Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukan gangguan keseimbangan cairan
Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasal atau masker sesuai indikasi
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia atau iskemi
Kolaborasi:
-          Berikan diet tanpa garam
-          Berikan diet rendah protein tinggi kalori
-          Berikan diuretic, contoh : furosemide, spironolakton, hidronolakton
-          Adenokortikosteroid golongan prednisone
-          Lakukan dialisis

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma
Diet rendah protein untuk menurunkan insupisiensi renal dan retensi nitrogen yang kan meningkatkan BUN. Diet rendah kalori untuk cadangan energy dan mengurangi katabolisme protein
Diuretic menurunkan volume plasmadan menurunkan retensi cairan dijaringan sehingga menurunkan resiko edema paru
Untuk menurunkan protein urin
Menurunkan volume cairan berlebih.
Aktual / resiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik, sirkulasi dan sensasi, penurunan turgor kulit penurunan aktivitas akumulasi ureum dalam kulit
Tujuan : dalam waktu 3 X24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Ktiteria : kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit berkurang
intervensi
Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritus, skoriasis dan infeksi
Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsium dan posfat pada lapisan kutaneus
Kaji terhadap adanya ptekie dan purpura
Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia
Monitor lipatan kulit yang edema
Area-area ini mudah terjadi injuri
Gunting kuku dan pertahankan kuku tetap pendek dan bersih
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfungsi ginjal, retensi natrium atau air , dan penurunan urin output
Kolaborasi : berikan pengobatan anti pruritus sesuai resep.
Mengurangi stimulus gatal pada kulit.
Gangguan konsep diri (gambaran diri ) b.d. penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisi, koping maladaptive
Tujuan : dalam waktu satu jam pasien mampu mengembangkan koping yang efektif
intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
Menentukan bantuan individu  dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungi pada pasien
Mekanisme koping pada beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri sedangkan yang lain mengalami koping maladaftif
Anjurkan pasien untuk mengekpresikan perasaan
Menunjukkan penerimaan membantu pasie untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut
Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarang atau mengingkari dalam menyatakan inilah kematian
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan intervensi, serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dam mulai menerima situasi baru
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan
Anjurkan orang yang dekat untuk mengijinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal untuk dirinya
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri, serta memengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisifasi dalam aktivitas rehabilitasi
Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu dimasa mendatang
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi dan with drawl
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.
Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
Dapat mempasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan





4.        Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien GGK mendapatkan intervensi adalah :
a.       Pola nafas kembali efektif
b.      Tidak terjadi penurunan curah jantung
c.       Tidak terjadi aritmia
d.      Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh
e.       Peningkatan perfusi serebral
f.       Pasien tidak mengalami defisit neurologis
g.      Tidak mengalami cidera jaringan lunak
h.      Peningkatan integritas kulit
i.        Terpenuhinya informasi kesehatan
j.        Asupan nutrisi tubuh terpenuhi
k.      Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
l.        Kecemasan berkurang
m.    Mekanisme koping yang diterapkan positif.



DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Suharyanto Toto, Madjid Abdul. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Medika
Syaifuddin. 2013. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi-2. Jakarta: Salemba Medika
Djoko, Santoso. 2008. Angka Kejadian Sakit Ginjal di Indonesia. [online] tersedia: http://www.angka.kejadian.int/publication//AB%20AGUSS.html