ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK
Ns. Nunung Nurhayati, S. Kep., M. Kep.
A.
Anatomi
Ginjal adalah organ retroperitoneal (yaitu
terletak dibelakang peritoneum) terletak di dinding posterior abdomen pada
setiap sisi kolom tulang belakang. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti
kacang, berwarna merah tua. Ginjal terlindungi dengan baik oleh trauma langsung
karena disebelah posterior dilindungi oleh tulang kosta dan otot-otot yang
meliputi kosta, sedangkan dibagian anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kanan
terletak sedikit rendah (ICS 12) dibandingkan dengan ginjal kiri (ICS 11)
karena ada hepar disisi kanan. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira kira
12 cm dan lebar 2,5 cm pada dinding paling tebal dan beratnya antara 120-150
gram. (Syaifuddin,2013: 286).
Ginjal
berbentuk seperti kacang dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus
renal yaitu tempat masuk dan keluarnya saluran seperti pembuluh darah, pembuluh
getah bening, saraf dan ureter.
Struktur
pembentuk ginjal terdiri dari medulla (bagian dalam) dengan substansinya
pyramid renalis jumlahnya antara 8-16 buah, dan korteks (bagian luar)
substansinya kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak, dan
bergranula. Ginjal ditutup oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat.
Nefron adalah
satuan fungsional ginjal yang berukuran mikroskopis. Ginjal memiliki ±1,3 juta nefron. Bagian nefron terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal, lengkung henle, tubulus distal dan duktus pengumpul (collecting duct). (Syaifuddin: 286-289).
B.
Fisiologi
Fungsi
ginjal antara lain adalah menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa
metabolisme tubuh, mengekresikan zat yang jumlahnya berlebihan, reabsorpsi
(penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian tubulus
ginjal, menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh, menghasilkan zat hormon yang
berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah merah di sum sum tulang,
homeostatis ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam
darah, (Guyton, 2007).
Ginjal adalah organ yang mempunyai
pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada
dasarnya adalah “menyaring/ membersihkan”
darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/ menit atau 1.700 liter/ hari,
darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/ menit (170
liter/ hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga
akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/ hari.
(Guyton, 2007).
1.
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal secara umum antaralain
(Snell, 2006) yaitu:
- Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun
- Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
- Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
- Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
- Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
- Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
- Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
2.
Tahap Pembentukan Urine (Snell, 2006):
a.
Filtrasi Glomerular
Pembentukan
kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan
yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar
125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan
tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan
ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta
tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b.
Reabsorpsi
Zat-zat
yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
c.
Sekresi
Sekresi
tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui
tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada
tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau
ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap
ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya.
Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular
(CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. (Snell, 2006).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. (Snell, 2006).
C.
Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal terjadi ketika
ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi
regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieleminasi diurin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa.
Gagal ginjal merupakan
penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit
traktus urinarius dan ginjal. Setiap tahun 50.000 orang Amerika Serikat
meninggal akibat gagal ginjal.
Gagal ginjal kronis (GGK)
atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irrevesibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah), (Smeltzer dalam
Suharyanto, 2008: 183).
D.
Etiologi
Menurut Brenner dan Lazarus
yang dikutip oleh Price & Wilson dalam Suharyanto (2008) penyebab penyakit
ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah sebagai
berikut :
1.
Glomerulonefritis kronik (24%)
2.
Nefropati diabetik (15%)
3.
Nefrosklerosis hipertensif (9%)
4.
Penyakit ginjal polikistik (8%)
5.
Pielonefritis kronis dan
nefritis interstisial lain (8%). (Suaryanto, 2009: 183)
E.
Patofisiologi
Sumber: Muttaqin
Arif, 2014
F.
Stadium penyakit
Dalam Asuhan Keperawatan
klien gangguan sistem perkemihan (Suharyanto, 2009) menjelaskan perjalanan umum
Gagal Ginjal Kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1.
Stadium I, dinamakan penurunan
cadangan ginjal.
Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan test pemekatan kemih dan test GFR
yang teliti.
2.
Stadium II, dinamakan
insufisiensi ginjal
a.
Pada stadium ini, dinamakan
lebih dari 75% jaringan yang lebih berfungsi telah rusak.
b.
GFR besarnya 25% dari normal
c.
Kadar BUN dan kreatini serum
mulai meningkat dari normal
d.
Gejala-gejala nokturia atau
sering berkemih di malam hari sampai 700ml dan poliuria (akibat dari kegagalan
pemekatan) muali timbul.
3.
Stadium III, dinamakan gagal
ginjal stadium akhir atau uremia
a.
Sekitar 90% dari masa nefron
telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih
utuh.
b.
Nilai GFR hanya 10% dari
keadaan normal
c.
Kreatini serum dan BUN akan
meningkat dengan mencolok
d.
Gejala-gejala yang timbul
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit dalam tubuh, yaitu : oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom
uremik.
G.
Respon tubuh
1.
Ketidak seimbangan cairan
Mula-mula ginjal
kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urin (hipotenuria) dan
kehilangan cairan yang berlebihan poliuria. Hipotenuria tidak disebabkan atau
berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat
tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut
dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.
Terjadi osmotik deuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang
tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urin (isotenuria).
Pada tahap glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah
melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan
natrium.
2.
Ketidakseimbangan natrium
Ketidakseimbangan natrium
merupakan masalah yang serius dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30
mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq/hari. Variasi
kehilangan natrium berhubungan dengan intact nefron teori. Dengan kata lain,
bila terjadi kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium.
Nefron menerima kelebihan
natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium
lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare.
Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada GGK yang berat
keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang
fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat diatas 500
mEq/hari. Bila GFR menurun dibawah 25-30 ml/menit, maka eksresi natrium kurang
lebih 25 mEq/hari, maksimal eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini
natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 g/hari
3.
Ketidakseimbangan kalium
Jika keseimbangan cairan
dan asidosis metabolic terkontrol, maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum
stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama
urin output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia
terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi) atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan
karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada
keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, dan penyakit
nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi kalium meningkat.
Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat
; HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4.
Ketidakseimbangan asam basa
Asidosis metabolic
terjadi karena ginjal tidak mampu mengeksresikan ion hydrogen untuk menjaga pH
pada darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan
pengeluaran ion H dan pada umumnya penurunan ekskresi H+ sebanding dengan
penurunan GFR. Asam yang secara terus menerus dibentuk oleh metabolisme dalam
tubuh dan tidak di filtrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel
tubular tidak berfungsi titik kegagalan bikarbonat memperbanyak
ketidakseimbangan . sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang
akibatnya metabolisme meningkatkan terjadinya osteodistrofi .
5.
Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal
GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urin sehingga
menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan
pada hipermagnesiemia dapat meningkatkan henti nafas dan jantung.
6.
Ketidakseimbangan kalium dan
fosfar
Secara normal kalsium dan
fosfar dipertahankan oleh paratiroid hormone yang menyebabkan ginjal
mengabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium dan depresi reabrsorpsi tubuler dari
fosfar. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia terjadi sehingga timbul hiperparatiroidisme sekunder. Metabolisme
vitamin D terganggu dan bila hipertiroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7.
Anemia
Penurunan HB disebabkan
oleh hal hal berikut :
- Kerusakan produksi eritropoietin
- Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma
- Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
- Intake nutrisi tidak adekuat
- Defissiensi folat
- Defisiensi iron atau zat besi
- Peningkatan hormone parathyroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, menyebabkan produksi sel merah di sumsum menurun
8.
Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil
metabolic protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indicator yang
tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan
GFN dan peningkatan intake protein.
Penilaian kreatinin serum
adalah indakator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin
diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh. (Muttaqin, 2014)
H.
Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik
akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal
dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita syndrome uremik, yaitu
suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolit
nitrogen akibat gagal ginjal.
Manifestasi klinis sindrom
uremik pada gagal ginjal kronik,
Sistem Tubuh
|
Manifestasi
|
Sistem Tubuh
|
Manifestasi
|
Biokimia
|
Asidosis
metabolic (hco3- serum 18-20 meq/l) azotemia (penurunan
gfr, menyebabkan peningkatan bun dan kreatinin) hiperkalemia retensi na
hipermagnesia hiperurisemia
|
Saluran cerna
|
Anoreksia, mual,
muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, perdarahan saluran cerna, diare
stomatitis, parotitis.
|
Berkemih
|
Poliuria,
berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia bj urin 1,010 proteinuri
|
Metabolisme
|
Protein,
sintesis abnormal, hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun, lemak,
peningkatan kadar trigliserid.
|
Reproduksi
|
Libido hilang, amenore,
impotensi dan sterilitas.
|
Neuromuskuler
|
Mudah lelah,
otot mengecil dan lemah, ssp : penurunan ketajaman mental, konsentrasi buruk,
kekacauan mental, koma. Otot berkedut, kejang.
|
Kardiovaskuler
|
Hipertensi,
retinopati dan ensepalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih, edema,
gagal jantung kongestiv, dan disritmia.
|
Gangguan kalsium
|
Hiperfospatemia,
hipokalsemia, hiperparatiroidisme. Deposit garam kalsium pada sendi, pembuluh
darah, jantung dan paru-paru. Konjungtivitis (uremia mata merah)
|
Pernafasan
|
Kussmaul,
dispneu, edema paru, pneumoitis.
|
Kulit
|
Pucat, pruritos,
kristal uremia, kulit kering, dan memar.
|
Hematologi
|
Anemia,
hemolisis, kecenderungan perdarahan, resiko infeksi.
|
Sumber : Muttaqin Arif, 2014
I.
Data Penunjang
1.
Laboratorium
- Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa tinggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya deuresis.
- Hipokalsemiadan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D pada GGK
- Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama lisoenzim fosfate lindi tulang.
- Hipoalbumenia dan hipokolesterolremia; umunya disebabkan gangguan metabolism dan diet rendah protein.
- Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolic, HCO3 yang menurun , PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2.
Pemeriksaan diagnosis lain
- Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
- Intra vena pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelpiokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan paal ginjal pada keadaan tertentu misalnya: usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
- USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelpio kalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat.
- Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (paskular,parenkim,eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
- EKG untuk menilai kemungkinan: hipertropi prentikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektronik (hiperkalemia).
3.
Pengkajian penatalaksanaan
medis
Tujuan penatalaksanaan
adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu
sebagai berikut:
- Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikais gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikomsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembyhan luka.
- Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangatb penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse Glukosa.
- Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakan ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
- Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq Natrium Bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
- Pengendaliaan hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metal dopa, dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi Natrium.
- Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. (Muttaqin Arif, 2014).
J.
Penatalaksanaan
Dalam asuhan
keperawatan gangguan sistem perkemihan (Muttaqin
Arif, 2014), pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transpalantasi ginjal.
1.
Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan :
a.
Pengaturan diet protein,
kalsium, natrium dan cairan.
1)
Pembatasan protein.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalsium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hydrogen
yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan
kembali kelainin ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal (Zeller dan jacouse,
1989).
GFR (ml/ menit)
|
Pembatasan protein (gram)
|
10
|
40
|
5
|
25-30
|
3 / kurang 20
|
20
|
Jumlah kebutuhan protein biasanya digolongkan sampai 60-80g/hari,
apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
2)
Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80mEq/hari. Penggunaan
makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan
hiperkalemia
3)
Diet rendah natrium
Diet NA yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2g NA). asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif
4)
Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus
diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan
dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah oengukuran berat badan
harian.
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan
dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:
Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24jam teraphy + 500ml (IWL)
|
Misalya : jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam
adalah 400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400+500ml= 900ml.
b.
Komplikasi
1)
Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan. Pemberian obat anti hipertensi: metaldopa
(aldomet), propranolol, klonidin (catapres).
Apabila penderita sedang mengalami therapy hemodialisa, pemberian
anti hioertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang
diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi. Pemberian
diuretik : furosemid (lasix).
2)
Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+
serum mencapai sekitar 7mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti
jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin inravena,
yang akan memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium
glukonat 10%.
3)
Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoetin,
yaotu rekombinan eritropoetin (r-EPO) (Eschbach et al, 1987), selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfuse darah,
4)
Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3-
plasma turun dibawah angka
15mEq/L. bila asidosi berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3- (natrium bikarbonat) parenteral. Koreksi pH
darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor
dengan seksama.
5)
Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dpat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan
makanan.
6)
Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal
lanjut adalah pemberian alupurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2.
Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal
stadium akhir adalah dengan dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisi dapat
digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal
sampai tersedia donor ginjal.
Dialisi dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas
6mg/100ml pada laki-laki atau 4ml/100ml pada wanita, dan GFR kurang dari
4ml/menit. (Suharyanto, 2009: 191-192)
K.
Konsep Asuhan Keperawatan GGK
Seperti
yang terdapat dalam Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Perkemihan (Muttaqin Arif, 2014) menerangkan mengenai
konsep dasar asuhan keperawatan kepada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik
sebagai berikut:
1.
Pengkajian
- Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urin
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
nafas berbau (ureum) dan gatal pada kulit.
- Riwayat kesehatan sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran, perubahan
pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
- Riwaya kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, inspeksi saluran kemih, payah
jantung, pengobatan obat-obat nefrotoksik, benign
prostatic hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, inspekdi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obat masa lalu dan adanya riwayat aleri terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
- Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
- Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien dan terlihata sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai dengan berat.
2)
B1 ( Breathing)
Klien bernafas dengan bau urin (fetor
uremik) sering didapatkan pada fase ini. Respons uremia didaptkan pada
pernafasan kusmaul. Pola nafas cepat dan dapat merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3)
B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menentukan adanya friction rub
yangmerupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi,
nyeri dada atau angina dan sesat nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusi periper sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibatdari penurunan produksi eritropoetin, lesigastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
4)
B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses fikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet
syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5)
B4 (Bladder)
Penurunan urin output < 400 ml /hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
6)
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
7)
B6 (Bone)
Didapatkan adanta nyeri panggul, sakit kepala, keram otot, nyeri
kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
pruritus, demam(sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fospat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, dan sendi
keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi periver dari hipertensi.
2.
Diagnosis keperawatan
a.
Aktual/resiko tinggi pola napas
tidak efektif, berhubungan dengan penurunan pH pada cairan serebrospinal,
perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membrane kapiler
alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respon asidosis
metabolic.
b.
Aktual/resiko tinggi terjadinya
penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi atau
penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
c.
Aktual/resiko tinggi aritmia
berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal sekunder dari hiperkalemi.
d.
Aktual/resiko kelebihan volume
cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan Natrium,
peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
e.
Aktual/resiko penurunan perfusi
serebral berhubungan dengan penurunan pH pada cairan serebrospinal sekunder
dari asidosis metabolic.
f.
Aktual/resiko tinggi deficit
neurologis, kejang berhubungan dengan gangguan transmisi sel-sel syaraf
sekunder dari hiperkalsemi.
g.
Aktual/resiko tinggi terjadi
cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi atau
sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vascular.
h.
Aktual/resiko terjadinya
kerusakan integritas kulit berhubungn dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi (anemia,iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan
turgor kulit , penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
i.
Kurangnya pengetahuan tentang
proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
j.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
k.
Gangguan activity daily living
(ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas dan kelemahan fisik secara umum.
l.
Kecemasan berhubungan dengan
prognosis penyakit,ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
m.
Gangguan konsep diri (gambaran
diri) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping
maladaptive.
3.
Rencana Keperawatan
Untuk
intervensi pada masalah keperawatan Aktual atau resiko tinggi, terjadinya
penurunan curah jantung, Aktual atau resiko tinggi aritmia, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan, gangguanADL dan kecemasan dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien GGA.
Aktial atau
resiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal efek
sekunder dari penurunan kalium sel.
|
||
Tujuan : dalam
waktu 1 x 24 jam curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria
evaluasi:
-
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah,
GCS : 4,5,6.
-
TTV dalam batas normal, akral
hangat, CRT <3 detik, EKG dalam batas normal, kadar kalium dalam kadar
normal.
|
||
Intervensi
|
Rasional
|
|
Monitor tekanan
darah, nadi, catat bila ada perubahan TTV dan keluhan dispneu.
|
Adanya edema
paru, kongesti vascular, dan keluhan dispneu menunjukan adanya gagal ginjal.
Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan rennin angiostensin
dan aldosteron. Ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari deficit
cairan intravascular.
|
|
Beri oksigen 3
l/per menit
|
Memberikan
asupan oksigen tambahan yang diperlukan tubuh.
|
|
Monitoring EKG
|
Melihat adanya
kelainan konduksi listrik jantung yang dapat menurunkan curah jantung.
|
|
Kolaborasi :
-
Pemberian suplemen kalium
oral seperti obat Aspar K.
-
Manajemen pemberian kalium
intravena.
|
Kalium oral
(Aspar K) dapat menghasilkan lesi usus kecil; oleh karena itu, klien harus
dikaji dan diberi peringatan tentang distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan
GI.
Pada kasus yang
berat, pemberian kalium harus dalam larutan non-dextrosa, sebab dextrose
merangsang pelepasan insulin sehingga menyebaban K+ pindah kedalam sel.
Kecepatan infuse tidak boleh melebihi 20 mEq K+ per jam untuk menghindari
terjadinya hiperkalemia.
Kehilangan
kalium harus diperbaiki setiap hari; pemberian kalium adalah sebanyak 40-80
mEq per liter per hari. Pada situasi kritis, larutan yang lebih perkat
(seperti 20 mEq/ dl) dapat diberikan melalui jalur sentral. Pada situasi
semacam ini klien harus dipantau melalui EKG dan di observasi perubahan pada
kekuatan otot.
|
|
Aktual atauresiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.
|
||
Tujuan : dalam waktu 1X24 jam tidak terjadi kelebihan volume
cairan sistemik.
Criteria evaluasi :
-
Klien tidak sesak nafas,
edema ekstremitas berkurang, piting edema (-), produksi urin > 600
ml/hari.
|
||
Intervensi
|
Rasional
|
|
Kaji adanya edema ekstremitas.
|
Curiga gagal kongestif atau kelebihan volume cairan.
|
|
Intirahatkan atau anjurkan klien untuk tirah baring pada saat
edema masih terjadi.
|
Menjaga jkien dalam keadan tirah baring selama beberapa hari
mungkin diperlukan untuk meningkatkan diurisis yang bertujuan mengurangi
edema.
|
|
Kaji tekanan darah.
|
Sebagai salahsatu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat
diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
|
|
Aktual / resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi cairan dan natrium.
|
|||
intervensi
|
Rasional
|
||
Ukur intake dan output
|
Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium atau air dan penurunan urin output
|
||
Timbang berat badan
|
Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukan gangguan
keseimbangan cairan
|
||
Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasal atau masker sesuai
indikasi
|
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia atau iskemi
|
||
Kolaborasi:
-
Berikan diet tanpa garam
-
Berikan diet rendah protein
tinggi kalori
-
Berikan diuretic, contoh :
furosemide, spironolakton, hidronolakton
-
Adenokortikosteroid golongan
prednisone
-
Lakukan dialisis
|
Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma
Diet rendah protein untuk menurunkan insupisiensi renal dan
retensi nitrogen yang kan meningkatkan BUN. Diet rendah kalori untuk cadangan
energy dan mengurangi katabolisme protein
Diuretic menurunkan volume plasmadan menurunkan retensi cairan
dijaringan sehingga menurunkan resiko edema paru
Untuk menurunkan protein urin
Menurunkan volume cairan berlebih.
|
||
Aktual / resiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d gangguan
status metabolik, sirkulasi dan sensasi, penurunan turgor kulit penurunan
aktivitas akumulasi ureum dalam kulit
|
|||
Tujuan : dalam waktu 3 X24 jam tidak terjadi kerusakan integritas
kulit
Ktiteria : kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar
pada kulit berkurang
|
|||
intervensi
|
Rasional
|
||
Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritus, skoriasis dan infeksi
|
Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar
keringat atau pengumpulan kalsium dan posfat pada lapisan kutaneus
|
||
Kaji terhadap adanya ptekie dan purpura
|
Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan
jumlah dan fungsi platelet akibat uremia
|
||
Monitor lipatan kulit yang edema
|
Area-area ini mudah terjadi injuri
|
||
Gunting kuku dan pertahankan kuku tetap pendek dan bersih
|
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfungsi ginjal,
retensi natrium atau air , dan penurunan urin output
|
||
Kolaborasi : berikan pengobatan anti pruritus sesuai resep.
|
Mengurangi stimulus gatal pada kulit.
|
||
Gangguan konsep diri (gambaran diri ) b.d. penurunan fungsi tubuh,
tindakan dialisi, koping maladaptive
|
|||
Tujuan : dalam waktu satu jam pasien mampu mengembangkan koping
yang efektif
|
|||
intervensi
|
Rasional
|
||
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan
|
Menentukan bantuan individu
dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
|
||
Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungi pada pasien
|
Mekanisme koping pada beberapa pasien dapat menerima dan mengatur
perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri sedangkan
yang lain mengalami koping maladaftif
|
||
Anjurkan pasien untuk mengekpresikan perasaan
|
Menunjukkan penerimaan membantu pasie untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan tersebut
|
||
Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarang atau
mengingkari dalam menyatakan inilah kematian
|
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative
terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan
intervensi, serta dukungan emosional.
|
||
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan
kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi
yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
|
Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian
sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya
harapan dam mulai menerima situasi baru
|
||
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
|
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih
dari satu area kehidupan
|
||
Anjurkan orang yang dekat untuk mengijinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya
hal untuk dirinya
|
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri, serta memengaruhi proses rehabilitasi.
|
||
Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisifasi dalam aktivitas rehabilitasi
|
Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang
peran individu dimasa mendatang
|
||
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi
dan with drawl
|
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.
|
||
Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada
indikasi
|
Dapat mempasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan
|
||
4.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien GGK
mendapatkan intervensi adalah :
a.
Pola nafas kembali efektif
b.
Tidak terjadi penurunan curah
jantung
c.
Tidak terjadi aritmia
d.
Tidak terjadi kelebihan volume
cairan tubuh
e.
Peningkatan perfusi serebral
f.
Pasien tidak mengalami defisit
neurologis
g.
Tidak mengalami cidera jaringan
lunak
h.
Peningkatan integritas kulit
i.
Terpenuhinya informasi
kesehatan
j.
Asupan nutrisi tubuh terpenuhi
k.
Terpenuhinya aktivitas
sehari-hari
l.
Kecemasan berkurang
m.
Mekanisme koping yang
diterapkan positif.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall.
2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Suharyanto Toto, Madjid Abdul. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Medika
Syaifuddin. 2013. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi-2. Jakarta:
Salemba Medika
Djoko, Santoso. 2008. Angka Kejadian Sakit Ginjal di Indonesia. [online] tersedia:
http://www.angka.kejadian.int/publication//AB%20AGUSS.html