ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM EMDOKRIN : HIPERTIROID
Oleh
Ns. Nunung
Nurhayati, S. Kep. M. Kep.
1.1
Konsep Penyakit
1.1.1
Definisi
Hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid
lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Tirotoksikosis merupakan istilah yang
digunakan dalam manifestasi klinis yang terjadi ketika jaringan tubuh
distimulasi oleh peningkatan hormon tiroid. Angka kejadian pada hipertiroid
lebih banyak pada wanita dengan perbandingan 4:1 dan pada usia antara 20-40
tahun (Black,2009).
Hipertiroidisme adalah kadar hormon tiroid yang bersirkulasi berlebihan.
Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid hipofisis, atau
hipotalamus. (Elizabeth J.Corwin:296).
Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap
pengaruh metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price &
Wilson:337).
Kesimpulan menurut kelompok, Hipertiroidisme merupakan suatu keadaan dimana
didapatkan kelebihan hormon tiroid yang ditemukan bila suatu jaringan
memberikan hormon tiroid belebihan.
1.1.2
Etiologi
Penyebab
hipertiroid diantaranya:
1.
Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang
terjadi
2.
Penyakit graves
Penyakit graves atau toksik goiter diffuse merupakan penyakit yang
disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibodi yang
disebut thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI) yang
mendekati sel-sel tiroid. TSI meniru tindakan TSH dan merangsang tiroid untuk
membuat hormon tiroid terlalu banyak. Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme,
pembesaran kelenjar tiroid (goiter) dan eksoftalmus (mata melotot).
3.
Nodul tiroid (Tiroiditis)
Merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh bakteri
seperti streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, dan pneumococcus pneumonia.
Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid, kerusakan
sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid.
Tiroiditis
dikelompokan menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis postpartum, dan
tiroiditis tersembunyi.
a.
Tiroiditis subakut
Pada tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya
hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan.
b.
Tiroiditis postpartum
Tiroiditis postpartum terjadi sekitar 8% wanita setelah beberapa bulan
melahirkan. Penyebabnya diyakini autoimun. Seperti halnya dengan tiroiditis
subakut, tiroiditis postpartum sering mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar
tiroid benar-benar sembuh.
c.
Tiroiditis tersembunyi
Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan karena autoimun dan pasien tidak
mengeluh nyeri, tetapi mungkin juga trejadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis
tersembunyi dapat mengakibatkan tiroiditis permanen.
4.
Konsumsi banyak yodium
Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan sintesis
hormon tiroid.
5.
Pengobatan hipotiroid
Terapi hipotiroid, pemberian obat-obatan hipotiroid untuk menstimulasi
sekresi hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah
hormon tiroid.
6.
Produksi TSH yang Abnormal
Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga
merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
1.1.3
Manifestasi Klinis
1. Sistem
kardiovaskuler
Meningkatnya heart rate, stroke volume, kardiak output, peningkatan
kebutuhan oksigen otot jantung, peningkatan vaskuler perifer resisten, tekanan
darah sistole dan diastole meningkat 10-15 mmHg, palpitasi, disritmia,
kemungkinan gagal jantung, edema.
2. Sistem
pernafasan
Cepat dan dalam, bernafas pendek, penurunan kapasitas paru.
3. Sistem
perkemihan
Retensi
cairan, menurunnya output urin.
4. Sistem
gastrointestinal
Meningkatnya peristaltik usus, peningkatan nafsu makan, penurunan berat
badan, diare, peningkatan penggunaan cadangan adipose dan protein, penurunan
serum lipid, peningkatan sekresi gastrointestinal, hiponatremia, muntah dan
kram abdomen.
5. Sistem
muskuloskeletal
Keseimbangan protein negatif, kelemahan otot, kelelahan, tremor.
6. Sistem
integumen
Berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah hangat, tidak toleran
panas, keadaan rambut lurus, lembut, halus dan mungkin terjadi kerontokan
rambut.
7. Sistem
endokrin
Biasanya terjadi pembesaran kelenjar tiroid.
8. Sistem
saraf
Meningkatnya refleks tendon dalam, tremor halus, gugup gelisah, emosi tidak
stabil seperti kecemasan, curiga tegang dan emosional.
9. Sistem
reproduksi
Amenorahea, anovulasi, mens tidak teratur, menurunnya libido, impoten.
10. Eksoftalmus
Yaitu keadaan dimana bola mata menonjol ke depan seperti mau keluar.
Eksoftalmus terjadi karena adanya penimbunan karbohidrat kompleks yang menahan
air dibelakang mata. Retensi cairan ini mendorong bola mata kedepan sehingga bola
mata nampak menonjol keluar rongga orbita. Pada keadaan ini dapat terjadi
kesulitan dalam menutup mata secara sempurna sehingga mata menjadi kering,
iritasi atau kelainan kornea.
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis dapat ditegakkan
dengan penilaian Indeks Wayne.
Table 2.1
Indeks Wayne
Gejala Subyektif
|
Angka
|
Gejala Obyektif
|
Ada
|
Tidak
|
Dispneu d’effort
|
+1
|
Tiroid teraba
|
+3
|
-3
|
Palpitasi
|
+2
|
Bruit pada tiroid
|
+2
|
-2
|
Mudah lelah
|
+2
|
Eksoptalmus
|
+2
|
—
|
Suka panas
|
-5
|
Retraksi palpebra
|
+2
|
—
|
Suka dingin
|
+5
|
Palpebra terlambat
|
+1
|
—
|
Keringat banyak
|
+3
|
Hiperkinesis
|
+4
|
-2
|
Gugup
|
+2
|
Telapak tangan lembab
|
+2
|
-2
|
Tangan basah
|
+1
|
Nadi
|
Tangan panas
|
-1
|
< 80x/menit
|
—
|
-3
|
Nafsu makan >>
|
+3
|
> 90x/menit
|
+3
|
|
Nafsu makan <<
|
-3
|
Fibrilasi atrium
|
+4
|
—
|
Berat badan >>
|
-3
|
|||
Berat badan <<
|
+3
|
|||
Nilai:
< 11 : eutiroid
11 - 18 : normal
> 19 : hipertiroid
|
1.1.4
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah
penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme,
kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normal, disertai
dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan
dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan 5-15 kali
lebih besar dari pada normal.
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH
plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan-bahan
ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berkaitan dengan reseptor yang mengikat TSH.
Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya
adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme
konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya
berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI
selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis
anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid
“dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Peningkatan hormon tiroid
menyebabkan peningkatan metabolisme, meningkatnya aktivitas saraf simpatis.
Peningkatan metabolisme rate menyebabkan peningkatan produksi panas tubuh
sehingga pasien mengeluarkan banyak keringat dan penurunan toleransi terhadap
panas. Laju metabolisme yang meningkat menimbulkan peningkatan kebutuhan
metabolik, sehingga berat badan pasien akan berkurang karena membakar cadangan
energi yang tersedia.
Keadaan ini menimbulkan degradasi simpanan
karbohidrat, lemak dan protein sehingga cadangan protein otot juga
berkurang.Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat terjadi pada sistem
kardiovaskuler yaitu dengan menstimulasi peningkatan reseptor beta adregenik,
sehingga denyut nadi menjadi lebih cepat, peningkatan cardiac output, stroke
volume, aliran darah perifer serta respon terhadap sekresi dan metabolisme
hipothalamus, hipofisis dalam hormon gonad, sehingga pada individu yang belum
pubertas mengakibatkan keterlambatan dalam fungsi seksual, sedangkan pada usia
dewasa mengakibatkan penurunan libido, infertile dan menstruasi tidak teratur.
Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan
terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardia
atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormone tiroid pada system
kardiovaskular.
Eksopthalamus yang terjadi merupakan
reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan
otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
1.1.5
Komplikasi
1. Eksoftalmus
Keadaan dimana bola mata pasien menonjol keluar. Hal ini disebabkan karena
penumpukan cairan pada rongga orbita bagian belakang bola mata.
Biasanya terjadi pasien dengan penyakit graves.
2. Penyakit
jantung
Terutama kardioditis dan gagal jantung. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama
jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.
3. Stroma
tiroid (tirotoksitosis)
Pada periode akaut pasien mengalami demam tinggi, takhikardi berat,
derilium dehidrasi dan iritabilitas yang ekstrem. Keadaan ini merupakan keadaan
emergensi, sehingga penanganan harus lebih khusus. Faktor presipitasi yang
berhubungan dengan tiroksikosis adalah hipertiroidisme yang tidak terdiagnosis
dan tidak tertangani, infeksi ablasi tiroid, pembedahan, trauma, miokardiak
infark, overdosis obat.
Penanganan pasien dengan stroma tiroid adalah dengan menghambat produksi
hormon tiroid, menghambat konversi T4 menjadi T3 dan menghambat efek hormon
terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang diberikan untuk menghambat kerja
hormon tersebut diantaranya sodium ioded intravena, glukokortokoid,
dexsamethasone dan propylthiouracil oral. Beta blokers diberikan untuk menurunkan
efek stimulasi sarap simpatik dan takikardi.
4. Krisis
tiroid (thyroid storm)
Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien
hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan hormon
tiroid dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia, dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian.
1.1.6
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan
laboratorium
a. Serum T3,
terjadi peningkatan (N: 70 – 250 ng/dl atau 1,2 – 3,4 SI unit)
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan
terikat, atau total T3 total, dalam serum. Sekresinya terjadi
sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan
T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama,
namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk
menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih
besar daripada kadar T3.
b. Serum T4,
terjadi peningkatan (N: 4 – 12 mcg/dl atau 51 – 154 SI unit)
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum
dengan teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. T4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin : T3 terikat
lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein. Setiap
factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah kadar T4.
c. Indeks T4 bebas,
meningkat (N: 0,8 – 2,4 ng/dl atau 10 – 31 SI unit)
d. T3RU,
meningkat (N: 24 – 34 %)
2. TRH
Stimulating test, menurun atau tidak ada respon TSH
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di
hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak
dapat dianalisa. Pasien diminta berpuasa pada malam harinya.
Tiga puluh menit sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena,
sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada
pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara intravena dapat
menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual, atau keinginan
untuk buang air kecil.
3. Tiroid antibodi
antiglobulin antibodi, titer antiglobulin antibodi tinggi (N: titer < 1 :
100)
4. Tirotropin
reseptor antibodi (TSH-RAb), terjadi peningkatan pada penyakit graves.
5. Ambilan
Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan
pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau
radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan
dengan alat pencacah skintilas (scintillation counter) yang akan mendeteksi
serta menghitung sinar gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam
kelenjar tiroid.
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang
terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes
ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil
yang dapat diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam
proporsi yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).
6. Test
penunjang lainnya
a. CT Scan
tiroid, mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif
(RAI) diberikan secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh
kelenjar tiroid. Normalnya tiroid akan mengambil iodine 5 – 35 % dari
dosis yang diberikan setelah 24 jam. Pada pasien hipertiroid akan meningkat.
b. USG, untuk
mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah massa atau nodule.
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau solid pada
tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan dibanding dengan
kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun
kemungkinannya lebih kecil.
7. EKG, untuk
menilai kerja jantung, mengetahui adanya takhikardi, atrial fibrilasi dan
perubahan gelombang P dan
1.1.7
Penatalaksanaan
1. Terapi Umum
a. Obat
antitiroid
Biasanya diberikan sekitar 18-24 bulan. Contoh obatnya: propil tio
urasil(PTU), karbimazol.- Pemberian yodium radioaktif, biasa untuk pasien
berumur 35 tahun/lebih atau pasien yang hipertiroidnya kambuh setelah
operasi.
Cara ini dipilih untuk pasien yang pembesaran kelenjar tiroid-nya tidak
bisa disembuhkan hanya dengan bantuan obat-obatan, untuk wanita hamil
(trimester kedua), dan untuk pasien yang alergi terhadap obat/yodium
radioaktif. Sekitar 25% dari semua kasus terjadi penyembuhan spontan dalam
waktu 1 tahun.
2. Farmakoterapi
Obat-obat
antitiroid selain yang disebutkan di atas adalah:
a. Carbimazole
(karbimasol)
Berkhasiat dapat mengurangi produksi hormon tiroid. Mula-mula dosisnya bisa
sampai 3-8 tablet sehari, tetapi bila sudah stabil bisa cukup 1-3 tablet
saja sehari. Obat ini cukup baik untuk penyakit hipertiroid. Efek
sampingnya yang agak serius adalah turunnya produksi sel darah putih
(agranulositosis) dan gangguan pada fungsi hati. Ciri-ciri agranulositosis
adalah sering sakit tenggorokan yangtidak sembuh-sembuh dan juga mudah terkena
infeksi serta demam. Sedangkan ciri-ciri gangguan fungsi hati adalah rasa
mual, muntah, dan sakit pada perut sebelah kanan, serta timbulnya warna
kuning pada bagian putih mata, kuku, dan kulit.
b. Kalmethasone
(mengandung zat aktif deksametason)
Merupakan obat hormon kortikosteroid yang umumnya dipakai sebagai obat anti
peradangan. Obat ini dapat digunakan untuk menghilangkan peradangan di
kelenjar tiroid (thyroiditis).
c. Artane
(dengan zat aktif triheksilfenidil)
Obat ini sebenarnya obat anti parkinson, yang dipakai untuk mengatasi
gejala-gejala parkinson, seperti gerakan badan yang kaku, tangan yang
gemetar dan sebagainya. Di dalam pengobatan hipertiroid, obat ini dipakai
untuk mengobati tangan gemetar dan denyut jantung yang meningkat. Namun
penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit hipertiroid
harus berhati-hati, bahkan sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan
denyut jantung yang cepat (takikardia). Pada pasien yang denyut nadinya
terlalu cepat (lebih dari 120 kali per menit) dan tangan gemetar biasanya
diberi obat lain yaitu propranolol, atenolol, ataupun verapamil.
3. Terapi Lain
Adapun pengobatan alternatif untuk hipertiroid adalah mengkonsumsi bekatul.
Para ahlimenemukan bahwa dalam bekatul terdapat kandungan vitamin B15, yang berkhasiat
untuk menyempurnakan proses metabolisme di dalam tubuh kita. Selain
hipertiroid, vitamin B15 juga dapat digunakan untuk mengobati diabetes
melitus, hipertensi, asma, kolesterol dan gangguan aliran
pembuluh darah jantung (coronair insufficiency), serta penyakit
hati. Selain itu, vitamin B15 juga dapat meningkatkan pengambilan oksigen
di dalam otak, menambah sirkulasi darah perifer dan oksigenisasi jaringan
otot jantung.
1.2
Asuhan Keperawatan
1.2.1
Pengkajian
1. Data
Demografi
(nama klien,
umur, diagnosa medik, tanggal masuk, alamat, suku, agama, pekerjaan, status perkawinan, status pendidikan)
2. Pemeriksaan
Fisik
a. Aktivitas/istirahatat
Tanda dan
gejala : insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah
gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
b. Sirkulasi
Tanda dan
gejala : disritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat,
sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis palpitasi, nyeri dada (angina).
c. Eliminasi
Tanda dan gejala
: urine dalam jumlah banyak, perdarahan dalam feses, diare.
d. Integritas
ego
Tanda dan
gejala : mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
(euphoria sedang sampai delirium), depresi.
e. Makanan dan
cairan
Tanda dan
gejala : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tiroid, goiter,
edema non pitting terutama daerah pretibial
f. Neurosensori
Tanda :
bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku seperti
:bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor,
koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan beberapa bagian tersentak-sentak,
hiperaktif, reflex tendon dalam (RTD).
g. Nyeri atau
kenyamanan
Gejala :
nyeri orbital, fotofobia.
h. Pernafasan
Tanda :
frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis
tirotoksikosis).
i.
Keamanan
Gejala:
tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan.
Tanda: suhu
meningkat diatas 374oc, diaphoresis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut
tipis, mengkilap dan lurus, eksoftalmus retraksi, iritasi pada konjungtiva dan
berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
j.
Seksualitas
Tanda:
penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme,
terapi hormone tiroid/pengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan
tiroidektomi sebagian.
3. Pemeriksaan
Diagnostik
a. Tes ambilan
RAI : meningkat pada penyakit graves dan toksik
goiter noduler, menurun pada tiroiditis.
b. T4 dan T3
serum : meningkat.
c. T4 dan T3
bebas serum : meningkat.
d. TSH
: tertekan dan tidak berespons pada TRH (tiroid relasing hormon).
e. Tiroglobulin
: meningkat.
f. Elektrolit
: hiponatremia mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek
dilusi terapi cairan pengganti hipokalemia terjadi dengan sendirinya pada
kehilangan melalui gastrointestinal dan dieresis.
g. Katekolamin
serum : menurun.
h. Kreatinine
urine : meningkat.
i.
EKG : fibrilasi atrium, waktu
sistolik memendek, kardimegali.
j.
USG dan thorak foto.
1.2.2
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang lazim terjadi pada klien
yang mengalami hipertiroidisme adalah sebagai berikut :
1.
Risiko
tinggi terhadap penurunan
curah jantung berhubungan
dengan hipertiroid tidak
terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
2.
Kelelahan
berhubungan dengan hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan energi.
3.
Risiko
tinggi terhadap perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
metabolisme (peningkatan nafsu
makan/pemasukan dengan penurunan
berat badan).
4.
Risiko
tinggi terhadap kerusakan
integritas jaringan berhubungan
dengan perubahan mekanisme perlindungan
dari mata ;
kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.
5.
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis;
status hipermetabolik.
6.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi,
prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
7.
Risiko
tinggi perubahan proses
pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologik, peningkatan
stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.
1.2.3
Perencanaan
/ Intervensi
1.
Risiko
tinggi terhadap penurunan
curah jantung berhubungan
dengan hipertiroid tidak
terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
Tujuan
:Klien akan mempertahankan curah
jantung yang adekuat
sesuai dengan kebutuhan tubuh,
dengan kriteria :
1) Nadi perifer
dapat teraba normal.
2) Vital sign dalam
batas normal. 3)
Pengisian kapiler normal
4) Status mental
baik 5) Tidak ada disritmia
Intervensi
:
a.
Pantau
tekanan darah pada
posisi baring, duduk
dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya
tekanan nadi.
Rasional:
Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari vasodilatasi
perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi.
b.
Periksa
kemungkinan adanya nyeri
dada atau angina
yang dikeluhkan pasien.
Rasional
: Merupakan tanda
adanya peningkatan kebutuhan
oksigen oleh otot jantung atau
iskemia.
c.
Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya
suara yang tidak normal (seperti krekels).
Rasional:
S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada
keadaan hipermetabolik.
d.
Observasi tanda dan gejala haus yang hebat,
mukosa membran kering, nadi lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi.
Rasional
: Dehidrasi yang
cepat dapat terjadi
yang akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan
curah jantung.
e.
Catat masukan dan haluaran.
Rasional
: Kehilangan cairan
yang terlalu banyak
dapat menimbulkan dehidrasi
berat.
2.
Kelelahan
berhubungan dengan hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan energi.
Tujuan
: Klien
akan mengungkapkan secara
verbal tentang peningkatan
tingkat energi.
Intervensi
:
a.
Pantau tanda vital dan catat nadi baik
istirahat maupun saat aktivitas.
Rasional:
Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat , takikardia mungkin ditemukan.
b.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional
: Menurunkan stimulasi
yang kemungkinan besar
dapat menimbulkan agitasi,
hiperaktif, dan imsomnia.
c.
Sarankan pasien untuk mengurangi
aktivitas.
Rasional:
Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme.
d.
Berikan tindakan yang membuat pasien
merasa nyaman seperti massage.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi.
3.
Risiko
tinggi terhadap perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
metabolisme (peningkatan nafsu
makan/pemasukan dengan penurunan
berat badan).
Tujuan:
Klien akan menunjukkan berat badan stabil dengankriteria :
a.
Nafsu makan baik.
b.
Berat badan normal.
c.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi
:
a.
Catat adanya anoreksia, mual dan muntah.
Rasional
: Peningkatan aktivitas
adrenergic dapat menyebabkan
gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang
mengakibatkanhiperglikemia.
b.
Pantau masukan makanan setiap hari, timbang
berat badan setiap hari.
Rasional
: Penurunan berat
badan terus menerus
dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi
kegagalan terhadap terapi antitiroid.
c.
Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi
kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
Rasional:
Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat-zat makanan yang
adekuat dan mengidentifikasi makanan pengganti yang sesuai.
4.
Risiko
tinggi terhadap kerusakan
integritas jaringan berhubungan
dengan perubahan mekanisme perlindungan
dari mata; kerusakan
penutupan kelopak
mata/eksoftalmus.
Tujuan:
Klien akan mempertahankan kelembaban membran mukosa mata, terbebas dari ulkus.
Intervensi
:
a.
Observasi adanya edema periorbital.
Rasional:
Stimulasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan.
b.
Evaluasi ketajaman mata.
Rasional:
Oftalmopati infiltratif adalah akibat dari peningkatan jaringan retroorbita.
c.
Anjurkan pasien menggunakan kaca mata
gelap.
Rasional:
Melindungi kerusakan kornea.
d.
Bagian kepala tempat tidur ditinggikan.
Rasional:
Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi.
5.
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis;
status hipermetabolik.
Tujuan:
Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi dengan
kriteria : Pasien tampak rileks.
Intervensi
:
a.
Observasi tingkah laku yang menunjukkan
tingkat ansietas Rasional :
Ansietas ringan dapat
ditunjukkan dengan peka
rangsang dan imsomnis.
b.
Bicara singkat dengan kata yang sederhana.
Rasional
: Rentang perhatian
mungkin menjadi pendek,
konsentrasi berkurang, yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi
informasi.
c.
Jelaskan prosedur tindakan.
Rasional
: Memberikan informasi
yang akurat yang
dapat menurunkan kesalahan
interpretasi.
d.
Kurangi stimulasi dari luar.
Rasional:
Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
6.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi,
prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan:
Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria.
Mengungkapkan
pemahaman tentang penyakitnya.
Intervensi
:
a.
Tinjau ulang proses penyakit dan harapan
masa depan.
Rasional
: Memberikan pengetahuan
dasar dimana pasien
dapat menentukan pilihan berdasarkana informasi.
b.
Berikan informasi yang tepat.
Rasional
: Berat
ringannya keadaan, penyebab,
usia dan komplikasi
yang muncul akan menentukan tindakan pengobatan.
c.
Identifikasi sumber stress
Rasional
: Faktor
psikogenik seringkali sangat
penting dalam memunculkan/eksaserbasi
dari penyakit ini.
d.
Tekankan pentingnya perencanaan waktu istirahat
Rasional:
Mencegah munculnya kelelahan.
e.
Berikan informasi tanda dan gejala dari
hipotiroid.
Rasional:
Pasien yang mendapat pengobatan hipertiroid besar
kemungkinan mengalami hipotiroid yang
dapat terjadi segera
setelah pengobatan selama
5 tahun kedepan.
7.
Risiko
tinggi perubahan proses
pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologik, peningkatan
stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.
Tujuan
: Mempertahankan orientasi
realitas umumnya, mengenali
perubahan dalam berpikir/berprilaku dan faktor penyebab.
Intervensi
:
a.
Kaji proses pikir pasien seperti memori,
rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu dan orang.
Rasional :Menentukan
adanya kelainan pada proses sensori.
b.
Catat adanya perubahan tingkah laku.
Rasional :Kemungkinan
terlalu waspada, tidak
dapat beristirahat, sensitifitas meningkat atau
menangis atau mungkin
berkembang menjadi psikotik
yang sesungguhnya.
c.
Kaji tingkat ansietas.
Rasional
:Ansietas dapat merubah proses pikir.
d.
Ciptakan lingkungan yang tenang, turunkan
stimulasi lingkungan.
Rasional :Penurunan
stimulasi eksternal dapat
menurunkan hiperaktifitas/refleks, peka rangsang saraf, halusinaso
pendengara.
e.
Orientasikan pasien pada tempat dan waktu.
Rasional
:Membantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadaran pada
realita/lingkungan.
f.
Anjurkan keluarga atau orang terdekat
lainnya untuk mengunjungi klien.
Rasional : Membantu
dalam mempertahankan sosialisasi dan orientasi pasien.
g.
Kolaborasi
pemberian obat sesuai
indikasi seperti sedatif/tranquilizer, atau obat anti psikotik.
Rasional :
Meningkatkan relaksasi, menurunkan
hipersensitifitas saraf/agitasi untuk meningkatkan proses pikir.
1.2.4
Evaluasi
Hasil yang
diharapkan adalah :
1.
Klien akan mempertahankan curah jantung
yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
2.
Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang
peningkatan tingkat energi.
3.
Klien akan menunjukkan berat badan stabil.
4.
Klien
akan mempertahankan kelembaban
membran mukosa mata, terbebas
dari ulkus.
5.
Klien akan melaporkan ansietas berkurang
sampai tingkat dapat diatasi.
6.
Klien akan melaporkan pemahaman tentang
penyakitnya.
7.
Mempertahankan orientasi
realitas umumnya, mengenali
perubahan dalam
berpikir/berprilaku dan faktor penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta.
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta.
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta
Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi9), EGC,
Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta
Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Sobotta, 2003, Atlas Anatomi,
(Edisi 21), EGC
No comments:
Post a Comment