KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES
MELITUS
Oleh
Ns.
Nunung Nurhayati, S. Kep., M. Kep.
1.1
Pengertian Diabetes
Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak
dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi
akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner and
Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen
yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar
glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).
2.2 Klasifikasi DM
a.
DM Tipe I : Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Disebut juga
Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun.
Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau
produksinya sangat sedikit.
b.
DM Tipe II : Non
Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
Biasanya
terjadi di atas usia 35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap kerja
insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel
kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi
insulin relatif.
c.
DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan,
dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi
dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan
bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut
meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes
Melitus tipe lain :
Karena
kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
2.3 Etiologi
1.
Diabetes
Melitus tipe I
Diabetes
Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi
faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a.
Faktor-faktor genetic
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe
I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b.
Faktor-faktor imunologi
Pada
diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne C, 2001).
c.
Virus dan bakteri
Virus
penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi
atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas
yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat
bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri
cukup berperan menyebabkan DM.
d.
Bahan toksik atau beracun
Bahan
beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah
sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
2.
Diabetes
Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin
(Smeltzer Suzanne C, 2001). Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut
Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a.
Ras atau Etnis
Beberapa ras
tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di
Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang
dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus.
Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang
sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b.
Obesitas
Lebih dari 8
diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin
banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap
kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul
di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja
insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam
peredaran darah.
c.
Kurang gerak badan
Makin kurang
gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas
fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi
energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah
lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d.
Penyakit lain
Beberapa
penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar
glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes.
Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke,
penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e.
Usia
Resiko
terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40
tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami
obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.
2.4 Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh
memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak.
Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi
dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang
kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat,
lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang
lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan
air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada
Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus
disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka
glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat
dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang
akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel
kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis.
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui
urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton
atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan
terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang
lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah
dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh
dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin
(2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a)
Gejala awal
pada penderita DM adalah :
1.
Poliuria (peningkatan volume urine)
2.
Polidipsia
(peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air
yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
3.
Polifagia
(peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita
seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4.
Rasa lelah dan
kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
b)
Gejala lain
yang muncul:
1.
Peningkatan
angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2.
Kelainan kulit
gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit
seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3.
Kelainan
ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4.
Kesemutan rasa
baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan
bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf
rusak terutama bagian perifer.
5.
Kelemahan tubuh
6.
Penurunan
energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat
berlangsung secara optimal.
7.
Luka yang lama
sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan
unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan
energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
8.
Laki-laki dapat
terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan
hormon testosteron.
9.
Mata kabur
karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.
2.6 Pemeriksaan penunjang dan diagnostik
a.
Glukosa darah
-
glukosa darah puasa
-
glukosa 2 jam post prandial (2 jam
PP)
-
glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic
Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan kriteria
menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl,
atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta
puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi
hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai
sampel biasanya serum atau plasma. Bila
Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih
rendah 15% dibanding glukosa plasma atau serum.
b.
HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC)
meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
c.
Aseton plasma ( keton ) ; Positif
secara mencolok.
d.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan
kolesterol meningkat.
e.
Osmolalitas serum : Meningkat tetapi
biasanya kurang dari 330Mosm/l
f.
Elektrolit :
-
Natrium : Mungkin normal, meningkat
atau menurun
-
Kalium : Normal
-
Fosfor : Lebih sering menurun
g.
Hemoglobin Glikosilat : kadar
meningkat 2 – 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus
yang kurang selama 4 bulanterakhir.
h.
Gas Darah Arteri : Biasanya
menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis Metabolik ) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
i.
Trombosit darah : Hematokrit mungkin
meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon
terhadap stressatau infeksi.
j.
Ureum / kreatinin : Mungkin
meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
k.
Amilase darah : Mungkin meningkat
yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
l.
Insulin darah : Mungkin menurun /
bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi ( tipe II ),
mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
m.
Resistensi insulin dapat berkembang
sekunder terhadap pembentukkan antibodi (autoantibodi).
n.
Pemeriksaan fungsi tiroid :
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
o.
Urin : gula dan aseton positif,
berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p.
Kultur dan sensitivitas :
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi
pada luka.
2.7 Penatalaksaan medis dan keperawatan
Tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima
konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1.
Diet
a.
Syarat diet
DM hendaknya dapat:
-
Memperbaiki
kesehatan umum penderita
-
Mengarahkan
pada berat badan normal
-
Menormalkan
pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
-
Mempertahankan
kadar KGD normal
-
Menekan dan
menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
-
Memberikan
modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
-
Menarik dan
mudah diberikan
b.
Prinsip diet
DM, adalah:
-
Jumlah
sesuai kebutuhan
-
Jadwal diet
ketat
-
Jenis: boleh
dimakan/tidak
c.
Diit DM
sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1)
Diit DM
I : 1100 kalori
2)
Diit DM
II : 1300 kalori
3)
Diit DM
III : 1500 kalori
4)
Diit DM
IV : 1700 kalori
5)
Diit DM
V : 1900 kalori
6)
Diit DM
VI : 2100 kalori
7)
Diit DM
VII : 2300 kalori
8)
Diit DM
VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan
kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan
kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan
kepada penderita kurus.
2.
Latihan
Beberapa
kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a.
Meningkatkan
kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin
dengan reseptornya.
b.
Mencegah
kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c.
Memperbaiki
aliran perifer dan menambah supply oksigen
d.
Meningkatkan
kadar kolesterol-high density lipoprotein
e.
Kadar
glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f.
Menurunkan
kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.
3.
Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4.
Obat
a. Tablet OAD
(Oral Antidiabetes)
1)
Mekanisme
kerja sulfanilurea
-
kerja OAD
tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
-
kerja OAD
tingkat reseptor
2)
Mekanisme
kerja Biguanida
Biguanida
tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
a.
Biguanida
pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
-
Menghambat absorpsi karbohidrat
-
Menghambat
glukoneogenesis di hati
-
Meningkatkan
afinitas pada reseptor insulin
b.
Biguanida
pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c.
Biguanida
pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1)
DM tipe I
2)
DM tipe II
yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3)
DM kehamilan
4)
DM dan
gangguan faal hati yang berat
5)
DM dan
infeksi akut (selulitis, gangren)
6)
DM dan TBC
paru akut
7)
DM dan koma
lain pada DM
8)
DM operasi
9)
DM patah
tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
2.8 Komplikasi
Beberapa
komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah :
1.
Akut
a.
Hipoglikemia dan hiperglikemia
b.
Penyakit makrovaskuler : mengenai
pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler).
Penderita
diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar.
Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada
penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan
lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor
dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan
lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan
dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa
penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan
penyakit-penyakit vascular perifer.
c.
Penyakit mikrovaskuler,
mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Ditandai
dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi
pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati,
retinopati diabetik.
d.
Neuropati saraf sensorik
(berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro
intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2.
Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a.
Neuropati
diabetic
Diabetes
dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis
atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas
bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan
rasa terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif
(kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat
benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap
sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung,
penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko
untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
b.
Retinopati
diabetic
Disebabkan
karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati,
penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan
hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan
kerusakan lensa.
c.
Nefropati
diabetic
Perubahan
struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah
pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang
ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan
beratnya penyakit.
d.
Proteinuria
e.
Kelainan
coroner
f.
Ulkus/gangren
(Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat
lima grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0
: Tidak ada luka
Grade I
: Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II
: Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III
: Terjadi abses
Grade IV
: Gangren pada kaki bagian distal
Grade V
: Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal
2.9 Asuhan
Keperawatan DM
1. Pengkajian
1)
Identitas pasien
2)
Identitas penanggung jawab pasien
3)
Keluhan utama
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita
penyakit seperti klien ?
5) Riwayat kesehatan
pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa
lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
6) Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas
/ istirahat
-
Gejala : Lemah,
letih, sulit bergerak / berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
-
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau
dengan aktivitas, Letargi /
disorientasi, koma, Penurunan kekuatan
otot
2. Sirkulasi
-
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, Klaudikasi,
kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
-
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun / tidak ada, Disritmia, krekels, Kulit
panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas
Ego
-
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi
-
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
-
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri
/ terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), Nyeri
tekan abdomen,
diare.
-
Tanda : Urine encer, pucat, kuning : poliuri
5. Makanan /
cairan
-
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual /
muntah, Tidak
mengikuti diet : peningkatan
masukan glukosa / karbohidrat, penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus, Penggunaan
diuretic (tiazid)
-
Tanda : Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap
lanjut). Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
6. Nyeri /
kenyamanan
-
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
-
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat
berhati-hati
7. Pernafasan
-
Gejala : Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung ada tidaknya infeksi)
-
Tanda : Lapar udara, Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi), Frekuensi
pernafasan
8. Keamanan
-
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit
-
Tanda : Demam, diaphoresis, Kulit
rusak, lesi / ilserasi, Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiansi insulin,
intake tidak adekuat akibat adanya mual muntah
2. Resiko devisit volume cairan
dean elektrolit b/d diuresis osmotic dan polyuria
3. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energy
4. Gangguan integritas kulit b/d
penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktifitas/mobilisasi,
kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5. Gangguan citra tubuh b/d
ekstremitas gangrene
6. Resiko cedera b/d penurunan
fungsi penglihatan, pelisutan otot.
7. Resiko terhadap infeksi
berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit.
3.
Intervensi keperawatan
1) Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin,
intake tidak adekuat akibat adanya mual muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat
mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat, BB stabil, nilai lab normal
Intervensi
|
Rasional
|
a. Timbang berat badan tiap hari
atau sesuai dengan indikasi
b. Tentukan program diet dan
pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
c. Berikan makanan cair yang
mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan segera jika pasien
sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral
d. Pantau pemeriksaan
laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
e. Kolaborasi dengan ahli diet
|
a. Mengkaji pemasukan makanan
yang adekuat
b. Mengidentifikasi kekurangan
dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
c. Pemberian makanan melalui
oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastroisntetinal baik
d. Gula darah akan menurun
perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol
e. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien
|
2) Devisit volume cairan dan
elektorlit b/d diuresis osmotic dan poliuria
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria
hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Pantau tanda-tanda vital,
catat adanya perubahan TD orotstatik
b. Ukur berat badan setiap hari
c. Kaji nadi perifer, pengisian
kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
d. Pantau pemeriksaan lab
seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas darah, Natrium,
kalium
|
a. Hipovelemia dapat
dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik di status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
c. Merupakan indikator dari
tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
d. Ht : Mengkaji tingkat hidrasi
dan sering kali meningkat akibat homokonsentrasi yang terjadi setelah
dieresis osmotic.
BUN
: Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau
tanda awitan kegagalan ginjal.
Osmolalitas
darah : Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi.
Natrium
: Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel
(dieresis osmotik).
Kalium
: Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespons pada asodisis.
|
3) Intoleransi
aktivitas b.d penurunan simpanan energy
Tujuan : Pada
pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi energi
Kriteria
hasil : Mengungkapkan peningkatan tingkat energy, menunjukan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Diskusi dengan pasien
kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan pasien dan
identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
b. Beri aktivitas alternatif
dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
c. Pantau nadi, frekuensi
pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
d. Mendiskusikan cara menghemat
kalori selama mandi, berpindah tempat.
e. Tingkatkan partisipasi pasien
dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
|
a. Pendidikan dapat memberikan
motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat
lemah.
b. Mencegah kelelahan yang
berlebihan.
c. Mengidentifikasi tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d. Pasien akan dapat melakukan
lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap
kegiatan.
e. Meningkatkan kepercayan diri
/ harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
|
4) Gangguan integritas kulit b/d
gangrene
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit dapat membaik.
Kriteria
hasil : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku /
teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Lihat kulit, area
sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
b. Dapatkan kultur dari drainase
luka saat masuk
c. Rendam kaki dalam air steril
pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari selama 15 menit
d. Balut luka dengan kasa kering
steril. Gunakan plester kertas
e. Berikan dikloksasi 500 mg per
oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-tanda hipersensitivitas,
seperti : pruritus, urtikaria, ruam.
|
a. Kulit beresiko karena
gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Mengidentifikasi pathogen dan
terapi pilihan
c. Germisidal lokal efektif
untuk luka permukaan
d. Menjaga kebersihan luka /
meminimalkan kontaminasi silang. Plester adesif dapat membuat abrasi terhadap
jaringan mudah rusak.
e. Pengobatan infeksi /
pencegahan komplikasi. Makanan yang mengganggu absorbsi obat memerlukan
penjadwalan sekitar jam makan. Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin
tetapi dapat terjadi kapan saja
|
5) Gangguan citra diri b/d
ekstremitas gangrene
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam pasien dapat menerima keadaannya yang sekarang
Kriteria
hasil : Pasien menerima keadaannya yang sekarang, Menunjukkan pandangan
yang realistis dan pemahaman diri dalam situasi.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Dengarkan dengan aktif
masalah dan ketakutan pasien
b. Dorong pengungkapan perasaan,
penerima apa yang dikatakannya
c. Diskusikan pandangan klien
terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit
d. Bantu pasien atau orang
terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut
mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau diubah
e. Rujuk pada dukungan psikiatri
atau group terapi, pelayanan sosial sesuai petunjuk
|
a. Menyampaikan perhatian dan
dapat lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dan juga strategi
koping pasien dan seberapa efektif.
b. Membantu pasien / orang
terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai
perubahan fungsi atau gaya hidup
c. Persepsi pasien mengenai pada
perubahan citra diri mungkin terjadi secara tiba-tiba atau kemudian atau
menjadi proses halus yang secara terus menerus
d. Memberi kesempatan untuk
mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan,
meningkatkan orientasi realita
e. Mungkin dibutuhkan untuk
membantu pasien / orang terdekat untuk mencapai kesembuhan optimal
|
6)
Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien
Kriteria
hasil : Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri, Memodifikasi lingkungan
sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan penggunaan sumber-sumber secara
tepat.
Intervensi
|
Rasional
|
a. Hindarkan alat-alat yang
dapat menghalangi aktivitas pasien
b. Gunakan bed yang rendah
c. Orientasikan untuk pemakaian
alat bantu penglihatan ex. Kacamata
d. Bantu pasien dalam ambulasi
atau perubahan posisi
|
a. Untuk meminimalisir
terjadinya cedera
b. Meminimalkan resiko cedera
c. Membantu dalam penglihatan
klien
d. Agar tidak terjadi injuri
|
7)
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, tanda-tanda infeksi tidak
ada, nilai leukosit dalam batas normal(4000-10000/mm3)
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Observasi tanda-tanda infeksi(rubor, dolor, calor, tumor,
fungsiolaesa)
b.
Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
c.
Observasi hasil laboratorium(leukosit)
d.
Kolaborasi dalam pemberian antibiotic sesuai indikasi
|
a.
pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosocomial
b.
kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman
c.
gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan
terapi insulin terkontrol
d.
Penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinya
sepsis. ( Husni,2013)
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard
A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to the pattern approach. 6th
ed. New York : Springer Publishing
Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes
Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku
Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.
komplikasinya sangat mengerikan nih, harus hati-hati ya.
ReplyDeletehttp://obatasliindonesia.com/