Sunday, May 24, 2015

asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS
Oleh
Ns. Nunung Nurhayati, S. Kep., M. Kep.

1.1  Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).

2.2 Klasifikasi DM
a.       DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit.
b.      DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
c.       DM Gestational  (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d.      Diabetes Melitus tipe lain :
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

2.3 Etiologi
1.      Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a.       Faktor-faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b.      Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne C, 2001).
c.       Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
d.      Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
2.      Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne C, 2001). Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a.       Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b.      Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
c.       Kurang gerak badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d.      Penyakit lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e.       Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.

2.4 Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).   
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a)      Gejala awal pada penderita DM adalah :
1.      Poliuria (peningkatan volume urine)
2.      Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3.      Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4.      Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b)      Gejala lain yang muncul: 
1.      Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2.      Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3.      Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4.      Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
5.      Kelemahan tubuh
6.      Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7.      Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8.      Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9.      Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.

2.6 Pemeriksaan penunjang dan diagnostik
a.       Glukosa darah
Pemeriksaan glukosa darah untuk menetapkan DM meliputi :
-          glukosa darah puasa
-          glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)
-          glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu  ≥ 200 mg/dl, atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma atau serum.
b.      HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
c.       Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
d.      Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
e.       Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
f.       Elektrolit :
-          Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
-          Kalium : Normal
-          Fosfor : Lebih sering menurun
g.      Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
h.      Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i.        Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
j.        Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
k.      Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
l.        Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
m.    Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi (autoantibodi).
n.      Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o.      Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p.      Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

2.7 Penatalaksaan medis dan keperawatan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1.      Diet
a.       Syarat diet DM hendaknya dapat:
-          Memperbaiki kesehatan umum penderita
-          Mengarahkan pada berat badan normal
-          Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
-          Mempertahankan kadar KGD normal
-          Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
-          Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
-          Menarik dan mudah diberikan
b.      Prinsip diet DM, adalah:
-          Jumlah sesuai kebutuhan
-          Jadwal diet ketat
-          Jenis: boleh dimakan/tidak
c.       Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1)      Diit DM I    : 1100 kalori
2)      Diit DM II   : 1300 kalori
3)      Diit DM III  : 1500 kalori
4)      Diit DM IV  : 1700 kalori
5)      Diit DM V   : 1900 kalori
6)      Diit DM VI  : 2100 kalori
7)      Diit DM VII  : 2300 kalori
8)      Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus.
2.      Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a.       Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b.      Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c.       Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d.      Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e.       Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f.       Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3.      Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4.      Obat
a.      Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1)      Mekanisme kerja sulfanilurea
-          kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
-          kerja OAD tingkat reseptor
2)      Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
a.       Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
-          Menghambat absorpsi karbohidrat
-          Menghambat glukoneogenesis di hati
-          Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b.      Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c.       Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b.      Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1)      DM tipe I
2)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3)      DM kehamilan
4)      DM dan gangguan faal hati yang berat
5)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6)      DM dan TBC paru akut
7)      DM dan koma lain pada DM
8)      DM operasi
9)      DM patah tulang
10)  DM dan underweight
11)  DM dan penyakit Graves

2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah :
1.      Akut
a.       Hipoglikemia dan hiperglikemia
b.      Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid.   Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
c.       Penyakit mikrovaskuler,  mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
d.      Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

2.      Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a.       Neuropati diabetic
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
b.      Retinopati diabetic
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c.       Nefropati diabetic
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d.      Proteinuria
e.       Kelainan coroner
f.       Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0           : Tidak ada luka
Grade I            : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II          : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III         : Terjadi abses
Grade IV         : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V          : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

2.9  Asuhan Keperawatan DM
1.      Pengkajian
1)      Identitas pasien
2)      Identitas penanggung jawab pasien
3)      Keluhan utama
4)      Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
5)      Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
6)      Pemeriksaan Fisik
1.      Aktivitas / istirahat
-          Gejala :  Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
-          Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas, Letargi / disorientasi, koma, Penurunan kekuatan otot
2.      Sirkulasi
-          Gejala : Adanya riwayat hipertensi, Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
-          Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang menurun / tidak ada, Disritmia, krekels, Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.
3.       Integritas Ego
-          Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
-          Tanda : Ansietas, peka rangsang
4.      Eliminasi
-          Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Nyeri tekan abdomen, diare.
-          Tanda : Urine encer, pucat, kuning : poliuri
5.      Makanan / cairan
-          Gejala : Hilang nafsu makan, Mual / muntah, Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat, penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus, Penggunaan diuretic (tiazid)
-          Tanda : Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
6.      Nyeri / kenyamanan
-          Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
-          Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati
7.      Pernafasan
-          Gejala : Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung ada tidaknya infeksi)
-          Tanda : Lapar udara, Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi), Frekuensi pernafasan
8.      Keamanan
-          Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit
-          Tanda : Demam, diaphoresis, Kulit rusak, lesi / ilserasi, Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak

2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiansi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual muntah
2.      Resiko devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic dan polyuria
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energy
4.      Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktifitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5.      Gangguan citra tubuh b/d ekstremitas gangrene
6.      Resiko cedera b/d penurunan fungsi penglihatan, pelisutan otot.
7.      Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit.

3.      Intervensi keperawatan
1)      Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat, BB stabil, nilai lab normal
Intervensi
Rasional
a.       Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
b.      Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
c.       Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral
d.      Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
e.       Kolaborasi dengan ahli diet
a.       Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b.      Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik

c.       Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastroisntetinal baik



d.      Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol
e.       Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien

2)      Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic dan poliuria
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
a.       Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
b.      Ukur berat badan setiap hari
c.       Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
d.      Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas darah, Natrium, kalium







a.       Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b.      Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c.       Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
d.      Ht : Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotic.
BUN : Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginjal.
Osmolalitas darah : Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi.
Natrium : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel (dieresis osmotik).
Kalium : Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespons pada asodisis.

3)        Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energy
Tujuan : Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi energi
Kriteria hasil : Mengungkapkan peningkatan tingkat energy, menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi
Rasional
a.       Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
b.      Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
c.       Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
d.      Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.
e.       Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
a.       Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b.      Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c.       Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d.      Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
e.       Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

4)      Gangguan integritas kulit b/d gangrene
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit dapat membaik.
Kriteria hasil : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
Rasional
a.       Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
b.      Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
c.       Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari selama 15 menit
d.      Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas
e.       Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-tanda hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam.
a.       Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi.
b.      Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan
c.       Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
d.      Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang. Plester adesif dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
e.       Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang mengganggu absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan. Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan saja

5)      Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangrene
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien dapat menerima keadaannya yang sekarang
Kriteria hasil : Pasien menerima keadaannya yang sekarang,  Menunjukkan pandangan yang realistis dan pemahaman diri dalam situasi.
Intervensi
Rasional
a.       Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
b.      Dorong pengungkapan perasaan, penerima apa yang dikatakannya
c.       Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit
d.      Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau diubah
e.       Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai petunjuk
a.       Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dan juga strategi koping pasien dan seberapa efektif.
b.      Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya hidup
c.       Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri mungkin terjadi secara tiba-tiba atau kemudian atau menjadi proses halus yang secara terus menerus
d.      Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi realita
e.       Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat untuk mencapai kesembuhan optimal

6)      Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien
Kriteria hasil : Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri,  Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan penggunaan sumber-sumber secara tepat.
Intervensi
Rasional
a.       Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien
b.      Gunakan bed yang rendah
c.       Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata
d.      Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
a.       Untuk meminimalisir terjadinya cedera
b.      Meminimalkan resiko cedera
c.       Membantu dalam penglihatan klien
d.      Agar tidak terjadi injuri

7)      Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, tanda-tanda infeksi tidak ada, nilai leukosit dalam batas normal(4000-10000/mm3)
Intervensi
Rasional
a.       Observasi tanda-tanda infeksi(rubor, dolor, calor, tumor, fungsiolaesa)
b.      Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
c.       Observasi hasil laboratorium(leukosit)
d.      Kolaborasi dalam pemberian antibiotic sesuai indikasi
a.       pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosocomial
b.      kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman
c.       gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol
d.      Penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinya sepsis. ( Husni,2013)


DAFTAR PUSTAKA

            Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing

Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.

Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan      Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.

1 comment:

  1. komplikasinya sangat mengerikan nih, harus hati-hati ya.

    http://obatasliindonesia.com/

    ReplyDelete