Monday, April 6, 2015

PATIENT CENTERED CARE

PATIENT CENTERED CARE
oleh
Ns. Nunung Nurhayati, S. Kep., M. Kep.
STIKep PPNI Jawa Barat

    The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan Patient-Centered Care adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang menciptakan hubungan kerjasama yang baik diantara praktisi kesehatan, pasien, dan keluarganya (jika diperlukan) untuk menjamin bahwa keputusan yang dibuat menghormati keinginan pasien, kebutuhan pasien, pilihan pasien, menjamin pasien mendapatkan pengetahuan serta mendukung pasien untuk mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri (Shaller, D, 2007).
    Faktor-faktor yang mempengaruhi PCC :
1.    Kepemimpinan
2.    Visi Strategis dan  komunikatif
3.    Keterlibatan Pasien dan Keluarga
4.    Lingkungan kerja yang kondusif 
5.    Pengukuran Sistematis dan Umpan balik
6.    Kualitas lingkungan fisik
7.    Dukungan teknologi
    Patient-Centered Care (PCC) merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai model dan kerangka kerja PCC dikembangkan untuk menjelaskan PCC. Terdapat tiga model yang paling berpengaruh untuk menjelaskan komponen dari PCC.
1.    The Picker/Commonwealth dimensions
the Picker/Commonwealth dimensions mengidentifikasi tujuh aspek penting dalam PCC, yaitu: (Conway, Johnson, Edgman-Levitan et al, 2006).
·    Menghormati nilai-nilai yang dianut pasien, pilihan dan kebutuhan pasien.
·    Koordinasi dan integrasi.
·    Informasi, komunikasi dan pendidikan.
·    Kenyamanan fisik, meliputi manajemen nyeri, membantu aktivitas keseharian pasien, kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar.
·    Dukungan emosional, pengurangan rasa takut dan kecemasan tentang status kesehatan, prognosis, dampak penyakit terhadap pasien, keluarga dan keuanganya.
·    Melibatkan keluarga dan teman pasien dalam pembuatan keputusan,
·    Transisi dan keberlanjutan sebagai informasi.
2.    The Institute for Family-Centered Care focus on Collaborative Partnership
PCC sebagai pendekatan inovatif untuk merencanakan, menyampaikan dan mengevaluasi layanan kesehatan yang berfokus pada hubungan yang menguntungkan diantara pasien, keluarganya dan pemberi layanan kesehatan. Konsep inti dari PCC meliputi:
·    Penghormatan dan martabat.
·    Sharing informasi.
·    Partisipasi.
·    Kolaborasi.
3.    Planetree model
Model ini memadukan komponen healing meliputi pikiran, tubuh dan spirit yang berpusat pada pasien, nilai-nilai dasar, holistik dan terintegrasi. Model ini menjelaskan ada sembilan elemen yang mendasari, yaitu:
·    Mementingkan interaksi antar sesama manusia dalam arti memberikan layanan terhadap individu, berbuat baik dan selalu ada atau hadir untuk pasien
·    Menginformasikan, menguatkan orientasi dan pengetahuan pasien
·    Mengintegrasikan hubungan kerjasama dengan pasien dan keluarga dalam semua aspek perawatan
·    Memberikan asuhan dalam aspek makanan dan nutrisi
·    Menyatukan spiritual dan sumber-sumber dari dalam diri pasien untuk healing
·    Menyatukan pijatan dan sentuhan
·    Menyatukan seni (musik, bentuk-bentuk kesenian visual) dalam proses healing
·    Menyatukan praktik komplementer dan terapi alternatif dalam layanan konvensional
·    Menciptakan lingkungan yang nyaman meliputi bentuk dan rancanganya.

    Case Management
    Konsep dasar manajemen kasus meliputi koordinasi dari pelayanan yang berkualitas untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien dengan biaya yang efektif dan untuk mencapai outcome  yang positif. CMSA mendefinisikan manajemen kasus adalah proses kolaboratif meliputi pengkajian, perencanaan, fasilitasi, koordinasi pelayanan, evaluasi dan advocacy untuk mengakomodasi kebutuhan pasien dan keluarga meliputi komunikasi dan penyediaan sumber-sumber untuk mencapai outcome  dan pembiayaan yang efektif (CMSA, 2010).
    Lingkup setting manajemen kasus adalah pembayaran, provider, pemerintah, pekerja, komunitas, dan lingkungan. Pelaksanaan manajemen kasus sangat kompleks dan komprehensif meliputi empat faktor:
1.    Dalam konteks pelayanan, seperti pencegahan dan kesejahteraan, masalah akut atau rehabilitasi pasien
2.    Kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien seperti pasien kritis, asma, gagal ginjal, perawatan kanker terminal
3.    Metode yang digunakan seperti pengaturan pelayanan, kompensasi pekerja, pelayanan medis, perlindungan medis
4.    Pemberi layanan kesehatan profesional sebagai case manajer seperti registered nurse, pekerja sosial, dokter, konselor rehabilitasi.
    Peranan seorang manajer kasus meliputi:
1.    Melakukan pengkajian komprehensif terhadap status kesehatan klien dan kebutuhan psikologis, meliputi kelemahan dan kekurangan, serta meningkatkan perencanaan manajemen kasus secara kolaborasi dengan klien dan keluarga atau pemberi asuhan.
2.    Merencanakan bersama klien, keluarga atau pemberi asuhan, penyedia layanan kesehatan, pihak pembayar, komunitas, untuk memaksimalkan respon layanan kesehatan dan outcome  pembiayaan yang efektif.
3.    Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antara tim pemberi asuhan, melibatkan klien dalam proses pengambilan keputusan untuk meminimalkan pelayanan yang terpisah-pisah.
4.    Memberikan pendidikan pada klien, keluarga atau pemberi asuhan dan anggota dalam tim pemberi asuhan tentang pilihan terapi, sumber komunitas, jaminan keuntungan, masalah psikologis, manajemen kasus.
5.    Menguatkan klien untuk memecahkan masalah dengan mengeksplor pilihan perawatan, jika tersedia dan rencana alternatif, jika dibutuhkan untuk mencapai outcome  yang diharapkan
6.    Mendukung penggunaan layanan kesehatan yang cocok dan mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan menjaga pembiayaan yang efektif dengan berbasis pada kasus demi kasus
7.    Membantu klien dalam transisi perawatan yang aman untuk menuju level selanjutnya
8.    Mendukung pasien untuk self-advocacy dan self-determination
9.    Mengadvocacy antara pasien dan pihak pembayar untuk memfasilitasi outcome  positif untuk pasien, tim pemberi perawatan dan pihak pembayar. Meskipun demikian, jika konflik terjadi, kebutuhan klien tetap menjadi prioritas.
    Proses manajemen kasus meliputi aspek etik dan legal dalam lingkup praktis manajer kasus, menggunakan pemikiran kritis dan pengetahuan berdasar bukti. Langkah primer dalam proses manajemen kasus adalah (Powell&Tahan,2008):
1.    Identifikasi dan seleksi klien
Fokus pada identifikasi klien yang akan diuntungkan dari layanan manajemen kasus. Langkah ini meliputi pemilihan pemberi layanan manjemen kasus.
2.    Pengkajian dan identifikasi masalah/ peluang
Dimulai setelah seleksi kasus komlit dan dimasukan dalam manajemen kasus dan terjadi secara intermitten, sebagai kebutuhan dalam penanganan kasus.
3.    Meningkatkan perencanaan manajemen kasus
Menetapkan tujuan dari intervensi dan membuat prioritas terhadap kebutuhan klien, yang mencerminkan tipe layanan dan sumber yang tersedia dalam rangka untuk mewujudkan tujuan atau outcome  yang diharapkan
4.    Implementasi dan koordinasi aktivitas perawatan
Mewujdkan rencana manajemen kasus dalam sebuah kegiatan
5.    Evaluasi rencana manajemen kasus dan rencana tindak lanjut
Meliputi evaluasi satatus klien dan tujuan yang terkait dengan outcome
6.    Mengakiri proses manajemen kasus
Membuat kesimpulan akhir terhadap perawatan dan atau episode sakit. Proses fokus pada dihentikanya manajemen kasus saat pasien mencapai level fungsi kesehatan yang lebih tinggi, outcome  terbaik yang mungkin dicapai, atau kebutuhan/ keinginan berubah dari klien.

    Standard praktek manajemen kasus terdiri dari :
1.    Standard: Proses Seleksi Pasien untuk Manajemen Kasus
2.    Standard: Pengkajian Pasien
3.    Standard: Identifikasi Masalah dan Kesempatan
4.    Standard: Perencanaan
5.    Standard: Monitoring
6.    Standarad: Outcome
7.    Standard: Terminasi/penghentian Pelayanan Management Kasus
8.    Standard: Fasilitas, Koordinasi, dan Kolaborasi
9.    Standard: Kualifikasi untuk Manager Kasus
10.    Standard: Legal
11.    Standard: Etik
12.    Standard: Advokasi
13.    Standard: Kompetensi Kebudayaan
14.    Standard: Sumber management dan Penatalayanan
15.    Standard: Penelitian dan Pemanfaatan Penelitian
E. QUALITY OF CARE
1.    Penjaminan Mutu
    Mutu Pelayanan Kesehatan, yang meliputi kinerja  yang menunjukan  tingkat  kesempurnaan pelayanan  kesehatan, tidak  saja  yang dapat menimbulkan kepuasan  bagi pasien sesuai  dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga  sesuai  dengan  standar  dan kode etik  profesi yang sudah  ditetapkan.
    Quality: The totality of features and characteristic of product or service that bear on its ability to satisfy or implied needs (American Society For Quality Control, 1989) Definisi mengenai mutu telah banyak dijelaskan oleh para ahli. Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan terhadap standar  yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan.
2.    Dimensi Mutu
    Irawan (2006) merumuskan lima dimensi mutu yang menjadi dasar untuk mengukur kepuasan, yaitu :
·    Tangible (bukti langsung), yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi yang dapat dirasakan langsung oleh pelanggan. Dan untuk mengukur dimensi mutu ini perlu menggunakan indera penglihatan.
·    Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat dan terpercaya. Pelayanan yang terpercaya artinya adalah konsisten. Sehingga reliability mempunyai dua aspek penting yaitu kemampuan memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dan seberapa jauh mampu memberikan pelayanan yang tepat atau akurat.
·    Responsiveness (ketanggapan), yaitu kesediaan/kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. Dengan kata lain bahwa pemberi pelayanan harus responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Responsiveness juga didasarkan pada persepsi pelanggan sehingga factor komunikasi dan situasi fisik disekitar pelanggan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Assurance (jaminan kepastian), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuannya untuk memberikan rasa percaya dan keyakinan atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Dan komponen dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, dan keamanan.
·    Emphaty (empati), yaitu membina hubungan dan memberikan pelayanan serta perhatian secara individual pada pelanggannya.
3.    Penilaian Mutu
    Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
·    Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan; 2) peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan. Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah; 2) peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik; 3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas; 4) dan keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistic.
·    Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan inimerupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dankewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan. Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
·    Hasil (Outcome )
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome  berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan. Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutupelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan. Oleh karena itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.
4.    Siklus Pengembangan  Mutu Pelayanan Keperawatan
·    Tahap pengembangan strategi : dimulai dengan membangkitkan kesadaran akan perlunya  pengembangan   jaminan  mutu  pelayanan yang diikuti dengan berbagai upaya pelaksanaan, peningkatan komitmen.
·    Tahap transformasi : membuat model-model  percontohan  di dalam institusi  untuk peningkatan  mutu secara berkesinambungan yang mencakup  perbaikan  proses perbaikan standar prosedur, dan pengukuran tingkat kepatuhan  terhadap standar tersebut.
·    Tahap  integrasi : pengembangan pelaksanaan  jaminan mutu diterapkan diseluruh jaringan unit institusi, tetapi  tetap mempertahankan komitmen yang sudah tumbuh, optimalisasi proses pengembangan  jaminan mutu  secara berkesinambungan.

3 comments: