Monday, April 6, 2015

PENDEKATAN INTERDISIPLIN DAN KOLABORASI

PENDEKATAN INTERDISIPLIN DAN KOLABORASI
oleh
Ns. Nunung Nurhayati, S. Kep., M. Kep.
STIKep PPNI Jawa Barat

1.    Interdisiplin
    Interdisiplin merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada sejumlah dimensi kunci, termasuk didalamnya adalah : tujuan yang jelas,
identitas bersama,  komitmen bersama ,  peran yang jelas dari masing maing profesi, saling ketergantungan, dan integrasi satu sama lain. interdisiplin adalah unsur penting untuk mengurangi duplikasi usaha, meningkatkan koordinasi, meningkatkan keselamatan dan, oleh karena itu, memberikan perawatan berkualitas tinggi . Organisasi kesehatan menyadari  tentang pentingnya  memiliki informasi dan keterampilan banyak disiplin dalam rangka mengembangkan solusi yang dapat dipertangung jawabkan dalam memberikan perawatan yang komprehensif kepada individu dan keluarga.
    Diungkapkan oleh Firth-Cozens (1998) berpendapat bahwa: Kerja tim dipandang sebagai cara untuk mengatasi potensi fragmentasi perawatan, sebuah sarana untuk memperluas keterampilan; merupakan bagian penting yang perlu dipertimbangkan menghadapi kompleksitas perawatan modern; dan cara untuk meningkatkan kualitas bagi pasien. Pelayanan Kesehatan Nasional Manajemen Eksekutif (1993) di Inggris menyatakan : Hasil terbaik dan biaya paling efektif untuk pasien dan klien dicapai ketika profesional bekerja sama, belajar bersama, terlibat dalam audit klinis hasil bersama-sama,dan menghasilkan inovasi untuk memastikan kemajuan dalam praktek dan pelayanan.
2.    Kolaborasi
    Kolaborasi adalah  bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional. Ini berbeda dari kerja tim dalam hal  identitas bersama dan integrasi individu yang kurang dianggap penting. Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam hal pembagian  akuntabilitas bersama antara individu, saling ketergantungan antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim, namun secara general kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit kondisi unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan  dapat ditemukan dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008).
    Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
    Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega (Siegler dan Whitney, 2000).
    Di lain pihak seorang perawat akan berfikir : apa masalah pasien ini?, bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya?, dan apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
    Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
    Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan (Lindeke dan Sieckert,  2005).
    Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
3.    Proses Kolaborasi
    Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi . ANA ( 1980 ) menjabarkan kolaborasi sebagai ” hubungan rekanan sejati , dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua pihak ” . Dari penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa kolaborasi dapat dianalisis melalui empat buah indikator :
·    Kontrol – kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila baik dokter maupun perawat terdapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu. Beberapa peneliti telah mengembangkan instrumen penelitian untuk mengukur kontrol-kekuasaan pada interaksi perawat-dokter.
·    Lingkungan Praktik
Lingkungan praktik menunjukan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter,tapi ada tugastugas tertentu yang dibina bersama.
·    Kepentingan Bersama
Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi. Para teoris ini menjabarkan kepentingan bersama secara operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-masing ( usaha untuk memuaskan sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain ). Thomas dan Kilmann (1974) telah merancang model untuk mengukur pola managemen penanganan konflik: (1) bersaing, (2) berkolaborasi, 3) berkompromi, (4) menghindar, (5 ) mengakomodasi.
·    Tujuan Bersama
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab perawat, ada yang dianggap sebagai tanggung jawab sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang merupakan tanggung jawab bersama antara dokter dan perawat.
4.    Elemen Kunci Efektifitas Kolaborasi
    Kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
    Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.  Hensen  menyarankan  konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis  antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya,  kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
    Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk  mencapai tujuan kolaborasi team yaitu :
·    Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
·    Produktivitas  maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
·    Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
·    Meningkatnya kohesifitas antar profesional 
·    Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
·    Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas,  dan menghargai dan memahami orang lain.

No comments:

Post a Comment